Minggu, 10 November 2013

Ulumul Qur'an: Rasm al-Qur'an


Rasm Al-Qur'an
A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah wahyu yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW. Waktu yang diturunkannya tidaklah begitu singkat, yaitu  sekitar 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan dengan tujuan  untuk meluruskan umat islam dan sebagai kitab yang bersifat universal. Kitab suci ini sudah dinashkan bahwasannya Allah akan menjaga dan memelihara selama didunia ini.
Para khalifah khususnya Khulafaur Rashidin membuat suatu kebijakan untuk menulis  al-Qur’an. Tujuannya untuk memelihara dari kehilangan hafalan para sahabat.Pada saat khalifah abu Bakar terjadi pertempuran yang menewaskan banyak Hafidz-hafidz al-Qur’an.Sehingga atas usul Umar, al-Qur’an disalin dalam bentuk tulisan.Berbeda dengan khalifah Usman, pada saat itu meemang kodifikasi al-Qur’an adalah suatu kebijakan/inisiatif dari usman sendiri.Namun, Pembukuan al-Qur’an khalifah Usman terjadi polemik-polemik terhadap kebijakan tersebut.
Latar sejarah atau latar belakangmasalah diatas menjadikan penyusun tertarik untuk mengulas mengenai Rashm al-Qur’an secara mendalam.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang diatas  adalah:
1.      Apa definisi dari Rasm al-Qur’an?
2.      Bagaimana periodisasi Rasm Al-Qur’an?
3.      Apa yang dimaksud Rasm Ustmani?
4.      Bagaimana pola-pola penulisan  Rasm Utsmani?
5.      Bagaimana hukum dan perkembangan penulisan Rasm Utsmani?
C.    Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk menambah wawasan mengenai Rasm al-Qur’an. Sedangkan secara  khusus adalah:
1.      Untuk mengetahui  mengedefinisi dari Rasm al-Qur’an.
2.      Untuk mengetahui bagaimana periodisasi Rasm Al-Qur’an.
3.      Untuk mengetahui  yang dimaksud Rasm Ustmani.
4.      Untuk mengetahui kaidah-kaidah dari Rasm Utsmani.
5.      Untuk mengetahui hukumdan perkembangan penulisan  Rasm Utsmani.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Rasm al-Qur’an
Istilah rasm berasal dari kata baasa arab رسم—يرسمyang berarti menggambar atau melukis. Sedangkan al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, melalui malaikat jibril, dengan jalan mutawatir, ditulisdalam mushaf membacanya adalah ibadah, serta dimulai dari surah al-Fatihahdan diakhiri dengan Surat an-Nash. Jadi rasm al-Qur’an adalah ilmu yang secara khusus mempelajari tata cara penulisan al-Qur’an baik lafal-lafalnya, maupun bentuk huruf-huruf yang digunakan.
Istilah Rasm al-Qur’an ini diartikan sebagi kaidah-kaidah penulisan dalam penulisan al-Qur’an pada masa khalifah Utsman bin Affan dan para sahabat. Kemudian pola penulisan ini dijadikan sebagai tolak ukur penulisan (rekonstruksi) al-Qur’an atau penggandaan dari Mushaf Utsmani.
Sementara ulama yang lebih mempersempit rasm al-mushaf yaitu :  apa yang di tulis oleh para sahabat Nabi  menyangkut sebagian lafaz-lafaz Al-Qur'an dalam mushaf Usmani dengan pola tersendiri yang menyalahi kaidah-kaidah penulisan Bahasa Arab.
Ada beberapa pendapat tentang rasmul Qur`an berkaitan dengan permasalahan, apakah rasmul Qur`an merupakn tauqifi (ketetapan) dari Nabi Muhammad saw, atau bukan. Ada dua pendapat dari kalangan ulama mengenai permasalahan ini yaitu:
1.         Menurut Ibnu Mubarak rasmul Qur`an adalah tauqifi dan metode penulisannya dinyatakan sendiri oleh Rasulullah SAW. Pendapat tersebut dadasarkan pada suatu riwayat bahwa Nabi Muhammad saw, pernah bersabda kepada Muawiyah, salah seorang pencatat wahyu, “Goreskan tinta, tegakkan huruf ya`, bedakan sin, jangan kamu miringkan mim, baguskan tulisam lafal Allah, panjangkan Ar-Rahman, baguskan Ar-Rahim dan letakkanlah penamu pada telinga kirimu; karena yang demikian akan lebih adapat mengingatkan kamu”.
2.         Sedangkan QadhiAbu al-Baihaqi berpandangan bahwa rasmul Qur`an tersebut tidak masuk akal kalau dikatakan tauqifi.Ia mengatakan bahwa mengenai tulisan al-Qur’an, Allah SWT, sama sekali tidak mewajibkan kepada umat islam dan tidak melarang para penulis Al-Qur`an untuk menggunakan rasm selamaitu (baca; Utsman bin Affan). Yang dikatakan kewajiban hanyalah diketahui dari berita-berita yang didengar.Kewajiban itu tidak terdapat dalam nash Al-Qur`an maupun hadits Nabi Muhammad saw. Tidak ada petunjukkhusus yang mengisyaratkan bahwa penulisan rasmul Qur`an dan pencatatan serta penulisan hanya dilakukan dalam bentuk khusus atau dengan cara tertentuyang tidak boleh ditinggalkan, demikian pula dengan ijma` (kesepakatan)ulama. Bahkan sunnah Rasulullah saw,memberikan isyarat bahwa dibolehkannya penulisan Al-Qur`an dengan rasm yang paling mudah. Karena Rasulullah saw, memerintahkan penulisannya tanpa menjelaskan bentuk tulisan (baca;rasm) tertentu dan beliau tidak melarang siapapun yang menulis Al-Qur`an. Sehingga bentuk tulisan mushafpun berbeda-beda. Maka sangatlah memungkinkan Al-Qur`an ditulis dengan huruf Kufi dan huruf dizaman kuno. Setiap orang boleh menulis mushaf dengan cara yang sudah lazim dan menjadi kebiasaannya atau dengan caranya sendiri yang menurutnya paling mudah dan paling baik.

B.     Periodisasi Rasm al-Qur’an
1.      Masa Rasulullah SAW
Al-qur’an  diturunkan pada masa rasulullah saat beliau berusia tahun, tepatnya tanggal 17 Ramadhan ( 6 Agustus 610 M ). Wahyu pertamanya surat al-Alaq ayat 1-5 hingga surat yang terakir yang  turun pada saat hai wada’. Rentang turunnya al-Qur’an selama 23 tahun. Ada yang mengatakan 22 tahun 2 bulan  22 hari.
Al-Qur’an yang ada hingga sekarang ini senantiasa terpelihara keotentisitasannya. Salah satu faktor yang menentukan dalam hubungan kemurniaan dan terpeliharanya al-Qur’an secara aman karena teks (nash) yang ada sekarang ini ditulis menurut tuntutan Nabi serta ditulis menurut petunjuk nabi dan dilakukan dihadapan nabi sendiri. Disamping itu, selama wahyu al-Qur’an itu Nuzul, bayak dihafalkan oleh para sahabat secra mutawatir.Bila ayat  turun, maka rasul memintamereka untuk menuliskan nya dan menunjukan dimana letak pasangan ayat tesebut. Mayoritas mereka menulis  al-Qur’an  atas kemauan sendiri.
Para penghafal al-Quran sejumlah 140 orang.Mereka menghafal al-Qur’an sebagian ataupun secara keseluruhan.Keistimewaan inilah yang membuat berbda dengan kitab-kitab sebelumnya.Dari segi kelestariannya, al-Qur’an mudah dihafal. Berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya (Zabur, Taurat, Injil) yang tida dijumpai para penghafal dari kitab-kitab tersebut  melainkan membaca melalui apa yang tertulis.
Sahabat rasul yang benar-benar mencintai al-Qur’an dan menghafalkannya adalah  sebagai begai berikut: Abu Bakar as-Siddiq,  Umar bin al-Khattab, Uthman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Zaid bin Thabit, Ubai bin Ka'ab,Thabit bin Qais. Mereka pada masa rasul uga menadi juru tulis Al-Qur’an.
Untuk menghindari kerancuan antara al-Qur’an dengan yang lain (hadits, Sunnah) rasul melarang penulisan selain al-Qur’an.Hal dipertegas dala hadits yang artinya “jangan kalian tuls dariku kecuali Al-Qur’an.Barang siapa yang telah menulis dariku selain al-Qur’an supaya menhapusnya”.
Menurut al-Zarqaniy, ada beberapa alasan  al-Quran belum dibukukan pada masa nabi, diantaranya:
a.       Para penghafal al-Qur’an masih lengkap dan masih lengkap serta diduga jauh kemungkinan ada upaya untuk autetitas al-Qur’an.
b.      Mempertimbangkan proses Nuzul wahyu masih berlangsung, karena sebgai diketahui bahwa nuzul itu secra bertahap. Dengan demikian, sangat logis jika al-Qur’an baru bias dibukukan dalam satu mushaf setelah beliau wafat.
c.       Selama proses Nuzul wahyu, masih terdapat kemungkinan adanya aya-ayat yang  mansukh sedang tertib ayat dan urutan suratannyapun tidak seperti tartip nuzulnya.
Uraian-uraian diatas meberikan gambaran bahwasannya penulisan al-Qur’an pada masa Rasul SAW adalah hafalan (Al-Jamfi Al-Shudur) dan tulisan (a-Jam fi al-Shuthur)
2.      Masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Setelah Rasululllah wafat, Abu Bakar secara aklamasi menjadi khalifah yang memegang tampu kekuasaan. Pada awaa pemerintahannya sudah dihadapkan oleh beberapa probletika nabi palsu dan orang-orang murtad khususnya bangsa Quraish serta orang-orang yang  tidak mau membayar zakat.
Dalam memerangi nabi palsu, terjadi peperangan Yamamah (XII H). Perang ini menewaskan 70 huffadz al-Qur’an dan menyandang sebagai syuhada’. Sementara itu umat islam juga pernah melakukan peperangan di Bir-Maunah yang menewaskan sekitar 70 orang. Jadi dapat disimpulkan total huffad yang hilang adalah 140 orang.
Peristiwa tersebut membuat kekhawatiran umar akan keberadaan al-Qur’an yang kemungkinan akan punah berangsur-angsur. Umar mengakan inisiatif kepada khalifah Abu Bakar untuk menggumpulkan membukukan al-Qur’an. Mula-mula Abu Bakar tidak sependapat karena rasullah tidak pernah melakukan hal seperti itu. Umar menawab “yang demikian lebih baik” umar terus menrus mengulang dan akhirnya Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima inisiatif mulia Umar bin Khatab.Pada masa itu pula Abu Bakar menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai uru tulis al-Qur’an. Hal ini melalui pertimbangan bahwasanya zaid pernah menadi tangan kanan Rasul SAW dalam tulis menulis Al-Qur’an.
Zaid bin Tsabit mengumpiulkan bahan Al-Qur’an yang terdapat pada daun kering, dan hafalan para sahabat Rasul SAW. Caranya ialah dia mendengarkan dari orang-orang yang hafal. Sudah dicocokkannya dengan yang telah dituliskan pada bahan-bahan tersebut. Dia tidak mencukupkan dari sumber yang didengarkannya saja, tapi pula mencocokkan kepada yang ditulis.
Dia tidak menerima saa dari seseorang ayat-ayat itu, tetapi dengan disaksikan dua orang. Cara itu lebih menjamin dari hanya hafalan belaka. Disamping itu,  Zaid sendiri termasuk orang yang hafal al-Qur’an.[1]
3.      Masa Utsman bin Affan
Latar belakang penulisan al-Qur’an pada masa Utsman sebab terjadinya perbadaan cara membaca al-Qur’an disetiap kota. Khilafiayah yang seperi ini menembulkan ejekan-ejekan mengafirkan yang lain. Berita ini sampai pada khalifah Utsman. Beliau merespon langsung dan membuat kebijakan untuk menulis al-Qur’an menjadi sebuah kitab.
Al-Qur’an yang semula dirumah siti Hafsah diambilnya.  Ditulis kembali oleh panitia yang dikepalai oleh Zait bin Tsabit (anggota Abdullah bin Zubair, Said bin Al-'as, Abdul Rahman bin Harith bin Hisham) kembali. Atas perintah Utsman, mushaf itu ditulis dan disalin beberapa salinan. Yang satu dipegan Utsman sendiri dan sisanya disebarkan keberbagai penjuru kota diantaranya Syam, Bashrah, Kufah, madinah . Kemudian mushaf-mushaf selain dari utsman dibakar demi keutuhan kaum muslimin.
C.    Rasm Mushaf Utsmani
Pembahasan makalah ini lebih terfokus pada pembahasan sejarah dan rekonstruksi al-Qur’an pada masa khalifah Utsman. Definisi sebelumnya mewakili eksistensi rasm Utsmani.
Terdapat sejumlah pandangan yang mengungkapkan bahwaa susunan surat dalm mushaf Utsmani bersifat itihadi. Al-Suyut   mengutip pendapat bahwa Utsman mengumpulkan lembaranlembaran (Shuhuf) al-Qur’an kedalam satu Mushaf menurut tartip Suratnya (muurattaban li-suarihi).[2] Sementara ditempat lain, ia mengemukakan suatu riwayat yang menyatakan Utsman memerintahkan komisinya untuk menempatkan surat-surat panjang  secara berurutan.[3]Lebih jelas lagi adalah pernyataan al-Ya’qubi, “Utsman mengodifikasikan al-qur’an, menyusun (allafa) dan mengumpulkan surat-surat panjang dengan surat-surat panjang dan surat-surat pendek dengan surat-surat pendek.
Dalam penempatan surat panjang dan pendek ada dua tempet pengecualian. Pertama adalah surat pendek al-Fatihah yang ditempatkan diawal didepan surat terpanjang (al-Baqarah). Tetapi penamaan al-fatihah yang artinya pembukaan bisa memberi indikasi tentang penempatan pada urutan yang pertama. Kedua adalah penempatan surat terpendek (surat 108) bukan pada penghujung mushaf.
Rasm Utsmani terdiri atas 114 surat yang pada awalnya diklasifikasikan dalam empat kategori:
1.      al-thiwal, tujuh surat terpanjang, mulai surat 2 hingga surat 9.
2.      Al-mi’un, surat-surat yang terdiri dari seratus ayat atau lebih, mulai dari surat 10 hingga sampai surat 135.
3.      Al-matsani, surat-surat yang kurang dari seratus ayat, mulai surat 36 sampai surat 49.
4.      Al-mufashal, surat-surat pendek mulai dari surat 50 sampai surat 114.[4]
Ada beberapa karakteristik lain dari mushaf  Utsmani yaitu formula bismillah al-rahman al-rahim pada setiap awal surat kecuali surat kesembilan. Formula ini tida terhitung dalam ayat. Pada permulaan islam, para Qurra dari Makkah dan Kuffah menghitung basmalah sebagai ayat. Sementara para Qurra dari Bashrah, Madinah, Siria hanya memandang sebagai pemarka belaka. Tetapi lafad Basmalah sudah dikenal sejak zaman nabi Sulaiman AS. Peristiwa  saat mengirimkan sepucuk surat kepada ratu Bilqis, ungkapan ungkapan bismillah tertulis di permulaan surat.
Setelah formula basmallah permulaan dua puluh sembilan surat di dalam al-Qur’an terdapat suatu atau sekelompok huruf hijaiyah yang biasanya sebagai huruf-huruf terpisah atau berdiri sendiri.[5]Kaum Muslimin telah berusaha untuk menyelami makna-makana dari huruf atau lafad misterius tersebut. Alasan mereka hanya terbatas pada sudut pandang berikut, yaitu:
1.        Huruf atau lafad tersebut termasuk dalam kategori ayat-ayat mutasyabihat yang artinya hanya diketahui oleh Allah.
2.        Penafsiran yang memandang huruf atau lafad tersebut sebagai singkatan-singkatan untuk kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu.
3.        Penafsiran yang memandang huruf-huruf itu bukan merupakan singkatan. Tetapi adanya sejumlah kemungkinan tentang penafsiran maknanya.

D.     Pola-Pola Penulisan Rasm Utsmani
Menurut mayoritas ulama, sedikitnya ada enam pola pola penulisan al-qur’an versi mushaf utsmaniy yang menyampang dari kaidah-kaidah penulisan bahasa baku.
1.        Penghilangan huruf (al-hadzf )
a.    Menghilangkan huruf alif
Yaitu ya’ al-nida’( يَااَيُّهَا الْنَاسُ ); dari ha’ al-tanbih (هاَنْتُمْ); dari نا dhami(اَنْجَيْنكُمْ)lafazh jalalah(اَللهُ); dari dua kata (اَلْرَّحْمنُ) dan (سُبْحنَ); sesudah huruf lam(خَلئِفَ) sesudah dua huruf lam(اَلْكَللَةُ); dari semua jama’ shahih baik mudzakkar maupun muanats(اَلْمُؤْمِنتِ)   dan  (سمِعُوْنَ)dan sebagainya
b.        Menghilangkan huruf ya’
Yaitu huruf ya’ dibuang dari manqush munawwan (bertanwin), baik ketika berharakat rafa’ maupun jar (غَيْرَبَاغٍ وَلَاعَادٍ); menghilangkan huruf ya’ pada kataاَطيْعُوْنِ, فَارْهَبُوْنِ   اِتَّقُوْنِ,
c.    Menghilangkan huruf lam jika dalam keadaan idgham (اَلَّذِيْ dan اَلَّيْلُ) 
d.   Menghilang huruf waw, yaitu  jika terletak bergandengan  (فَاَوااِلَى)dan (لَايَسْتَونَ)
1.      Penambahan huruf (al-ziyadah)
Penambahaan ini, yaitu alif setelah waw pada akhir setiap isim jama’ atau yang mempunyai hukum jama’. Misalnya بَنُوْا اِسْرَائِيْلَ ,اُوْلُوْا اْلاَلْبَابِ, مُلَاقُوْارَبِّهِمْ. Di samping itu, menambah alif setelah hamzah marsumah waw (hamzah yang terletak diatas tulisan waw). Misalnya تَااللهِ تفْتَؤُا yang asalnya ditulis تَااللهِ تَفْتَأُ
2.      Kaidah hamzah
Yaitu apabila hamzah berharakat sukun, maka ditulis dengan huruf  yang berharakat sebelumnya. Misalnya  اِئْذَنْdan اُوْتِمُّنَ selain yang dikecualikan. Adapun hamzah yang berharakat, jika ia berada diawal kata dan bersambung dengan hamzah itu huruf tambahan, maka ia harus ditulis secera mutlak. Baik berharakat fathah maupun kasrah.Misalnya فَبِأَيِّ, سَأُصَرِّفُ, اُوْلُوْا, اَيُّوْبَ selain yang dikecualikan. Sedangkan apabila hamzah terletak di tengah, maka ia ditulis sesuai dengan huruf harakatnya, yakni fathah dengan alif dan kasrah dengan ya’ serta dlamah dengan waw. Misalnya تَقْرَؤُهُ, سَأَلَ, سُئِلَ.tetapi apabila huruf yang sebelum hamzah itu sukun, maka tidak ada tambahan. Misalnya مِلْءُاْلاَرْضِ dan اَلْخَبْءَ
3.      Menggantikan huruf dengan huruf lain (al-badl)
a.    Huruf alif ditulis dengan waw sebagai penghormatan pada kata اَلزَّكوةُ, اَلْصَلوةُ dan اَلْحَيوةُ
b.   Huruf alif yang ditulis dengan ya’ pada kata-kata seperti أَنَّى, عَلىَ, اِلىَ yang berarti  كَيْفَ (bagaimana) بَلىَ ,مَتَى dan لَدَى
c.    Huruf alif diganti dengan nuntawhidkhafifah pada kata اِذَنْ
d.   Huruf ta’ta’nits(ة)  diganti dengan ta’maftuhah( pada kata رَحْمَتْ, sebagaimana ang terletak dalam surat Al-Baqarah, Al-‘Araf, Hud, Maryam, Al-Rum dan Al-Zukhruf.
4.      Menyambungkan dan memisahkan huruf (al-washl dan al-fashl)
a.    Kata اَنْ dengan harakat fathah pada hamzahnya, disusul dengan لَا maka penulisannya bersambung dengan menghilangkan huruf nun, misalnya  اَلَّا tidak ditulis اَنْ لَا, kecuali pada kata ان تقولوا ان dan  لاتعبدوا
b.   Kata مِنْ yang bersambung dengan مَا penulisannya disambungkan dan nun pada mimnya tidak ditulis, seperti مِمَّنْ kecuali pada kalimat مِنْ مَامَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ sebagai terdapat dalam al-qur’an surat An-Nisa’ dan Ar-Rum dan kataمِمَّنْ رَزَقْنَاكُمْ dalam surat Al-Munafiqun
c.    Kata مِنْ yang bersambung dengan مَنْ ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga menjadi kata  مِمَّنْ bukan مِنْ مَنْ
d.   Kata عَنْ yang bersambung dengan مَا ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga menjadi عَمَّنْ bukan عَنْ مَنْ kecuali dalam kalimat  وَيُصَرِّفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ
e.    Kata اِنْ yang bersambung dengan مَا ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga menjadi اِمَّا
f.    Kata اَنْ yang bersambung dengan مَا ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga menjadi اَمَّا
g.   Kata كُلُّ yang diiringi مَا disambung sehingga menjadi  كُلُّمَاkecuali pada firman Allah مِنْ كُلِّ مَاسَاَلْتُمُوْهُ dan         كُلُّ مَارُتُوْا اِلَى الْفِتْن

E.     Hukum dan Perkembanagan Penulisan Rasm Utsmani
Bagi para ulama’ yang berpendapat bahwa rasm usmaniy bersifat tawqifiy, maka mereka menetapkan bahwa kaum muslimin harus mengikutinya dalam penulisan al-qur’an dan tidak boleh menyalahinya.Baihaqi berpendapat bahwa barang siapa yang mau menulis mashaf,  maka dia wajib memperhatikan hijaan Mashaf, jangan sampai merubahnya walau sedikitpun. Sesungguhnya para penulis al-Qur’an itu adalah orang-orang yang paling banyak ilmunya, besar hatinya, dan lebih besar amanahnya. Oleh karena itu, janganlah kamu mengira akan mendekati mutu mereka.sedangkan bagi ulama’ yang berpendapat bahwa rasm utsmaniy bersifat ijtihadiy mengatakan tidak mesti kaum muslimin mengikuti rasm utsmaniy dalam penulisan al-qur’an, artinya boleh menulis al-quran dengan rasm lain (al-rasm al-imlaiy).
Seperti yang ditulis sebelumnya, bahwa al-Qur’an (mushaf Utsmani) ada yang mengatakan bersifat taufiqimaka mushaf ini tidak bisa ditentanag. Sedangkan ada ulama yang mengatakan bahwa mushaf ini merupakan Ijtihad belaka jadi mushaf ini bisa ditentang atau diperdebatkan.



[1]Kahar Masyhur.Pokok Pokok Ulumul Qur’an. (Jakarta: Rieneka  Cipta, 2004) h. 112
[2]Jalal al-Din Suyuti, Al-itqan fi ‘ulum al-Qur’an, (Mesir: Dar-al Fikr, tt) h 61.
[3]Ibid., h. 61
[4]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. (Jakarta: Pustaka Alfabert, 2005 cet 1)h. 248
[5]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. (Jakarta: Pustaka Alfabert, 2005 cet 1)h. 250

Tidak ada komentar:

Posting Komentar