Minggu, 10 November 2013

Akhlaq tasawuf: Maqamat dan Ahwal


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Tasawuf dikalangn umat muslim merupakan ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Praktek tasawuf sendiri sudah mulai pada zaman Rasulullah misalnya Rasulllah SAW. Beliau mendapatkan wahyu-wahyu dari Allah itu merupakan bagian dari mendekatkan diri pada Allah SWT.  Akan tetapi, istilah Tasawuf mulai dikenal oleh orang banyak sejak adanya dua dinasty besar Islam.secara lebih umum berarti Tasawuf mulai terkenal paska Rasulullah wafat.
Suatu hal yang begitu mengejutkan bagi mahasiswa yang belum pernah mempelajari Tasawuf, yaitu adanya maqamat atau tingkatan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Kedua pernyataan ini merupakan masalh yang umum terjadi di Masyarakat. Oleh karena latar belakang diatas, penulis akan sedikit mengulas mengenai Maqamat Tasawuf dan Ahwal secara sistematis.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diambil rumusan masalah makalah ini, diantaranya:
1.      Apa pengertian Maqamat?
2.      Apa saja macam-macam Maqamat menurut para Sufi?
3.      Apa Pengertian Ahwal?
4.      Apa kaitan antara Maqamat dan Ahwal?
5.      Bagaimana Maqamat Taubat?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pemhaman wawasan mengenai Tasawuf dan mengenal tingkatan-tingkatannya. Selain itu untuk memberi informasi tentang taubat yang menjadi salah satu tingkatan tasawuf.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Maqamat
Ajaran pokok Tasawuf berkisar sekitar proses penyucian jiwa dan jaln pendekatan diri menuju tuhan. Proses dan jalan itu sendiri sangat panjang dan melalui tahapan-tahapan, yang disebut Maqamat. Maqamat adalah jamak dari kata Maqam (maqam) yang berarti posisi, kedudukan, tingkatan.dalam Tasawuf yang diungkapkan oleh harun Nasution, pakar Filsafat Islam-Maqamat lazim dipahami sebagai tempat pemberhentian atau sebuah stasiun dalam perjalanan yang  panjang menuju Tuhan. Abu Nasr as-Sarraj at-Tusi, seorang Sufi Sunni dari Iran menjelaskan bahwa, Maqamat adalah kedudukan seorang  hamba dihapan Allah SWT yang berhasil diperolehnya melalui ibadah, perjuangan melawan hawa nafsu, berbagai latihan spiritual, dan penghadapan segenap jiwa raga kepa Allah SWT.
Maqom adalah sebuah proses pencapaian kesejatian hidup dengan pencarian yang tak kenal kata lelah atao bosan akan beratnya syarat dan beban kewajiban yang harus dipenuhi. Misalkan seorang salik yang sedang memperjuangkan tingkatan maqom tobat. Dia harus benar-benar menlalui maqom itu agar bisa naik pada maqom selanjutnya. Dengan kata lain, salik yang berada maqom taubat harus berusaha dengan pencarian yang tak kenal lelah, memenuhi persyaratan seorang taib (orang yang taubat) yang berat, dan berusaha terus menerus akan tujuan utamanya, yakni alloh SWT. Dengan firman Alloh di dalam QS. Ibrohim : 41:
ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيد
Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".( QS. Ibrohim: 41)
وَمَا مِنَّا إِلاَّ لَهُ مَقَامٌ مَّعْلُومٌ
Tiada seorang pun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu, ".( QS. As-Shofat: 164)
Maqom yang dimaksud oleh beliau adalah penegakan atau aktualisasi suatu nilai moral sebagaimana istilah al-madhol (temat masuk) yang sama artinya dengan isim masdarnya (al-idhol) yakni proses pemasukan. Dan al-mahroj yang bermakna proses pengeluaran (al-ikhroj). Oleh karena itu, keberadaan maqom seorang hamba bisa dikategorikan sah apabila dirinya dapat menyaksikan Alloh secara husus dalam nilai maqom yang sedang diaktulisasikan. Misalnya, kebenaran seorang hamba telah benar-benar menetapi suatu maqom taubat berarti dia benar benar taubat akan segala sesuatu yang selain Alloh dan memusatkan persaksianya hanya satu yakni Allah.
Seorang sufi akan mencapai tingkatan yang bagus, maka pada saat sudah mencapai tahap tahalli maka kaum Sufi akan berusaha melakukan sifat-sifat terpujidalam Islam. Indicator sifat-sifat tersebutantara lain: Taubat, Zuhud, Khauf, shabar, Syukur, Ikhlas, tawakkal, ridho, Dzikrul Maut.

B.     Macam-macam Maqamat dan Rumusan-Rumusannya
Maqamat yang harus dijalani oleh seorang sufi mempunyai banayk pandangan. Menurut Abu Bakar al-kalabadzi, tokoh sufi dari Bukhara Timur Tengah menyebutkan bahwa ada tujuh maqam yang harus dilalui Sufi menuju Tuhan, yaitu: taubat-zuhud-sabar-kefakiran-kerendahan hati-takwa-tawakal-kerelaan-cinta-makrifat. Abu Nasr al-Sarraj at-Tusi menyebut dalam al-Luma’: taubat-wara’-zuhud-kefakiran-sabar-tawakal-kerelaan hati. Abu hamid al-ghazali dalam kitab Ihya Ulumu al-din memberikan: taubat-sabar-kefakiran zuhud-tawakal-cinta-makrifat-kerelaan.[1]
Menurut Ibnu Sina tasawuf itu tidak dimulai dengan Zuhu atapun taubat, menurutnya tasawuf dimulai dengan penyucian diri untuk berkomunikasi dengan akal Faal dan dari akal faal tersebut akan mendatangkan suatu ketenangan batin ataupun petunjuk-petunjuk yang lainnya.
Maqamat-maqamat dalam tasawu secara umum bertahab dari :
1.      Taubat, yang artinya kembali. Secara istilah taubat adalah kembali dari hal yang buruk kepada terpuji sesuai dengan ketentuan agama.
2.      Zuhd, yaitu meninggalkan sesuatu karenakekurangan dan kehinaannya. Dalam al-Qur’an hanya ditemukan satu kata yang berakar dari kata Zuhd yaitu AZh-Zahidin (orang-orang yang zuhud), yang terdapat dalam surat yusuf ayat 21. Dalam istilah tasawuf, Zuhud diartikan dengan kebencian hati terhadap hal ihwal keduniaan dan menjauhkan diri darinya karena taat kepada Allah SWT. Firman Allah SWT yang artinya “ketahuilah, bahawa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta bebangga banggaan tentang banyaknya harta dan anak” QS. 57:20
3.      Khauf (takut), maksudnya yaitu takut kepada Allah itu merupakan perhiasan diri orang-orang saleh, orang yang takut ialah orang yang lebih takut kepada dirinya sendiri daripada kepadamusuh.
4.         Sabar, yaitu keteguhan hati dalam menghadapi cobaan dan kesulitan , serta keuletan meraih tujuan dan cita-cita. Menghadapi cobaaan dan kesulitan serta meraih suatu tujuan dan cita-cita merupakan kenyataan yang selalu ditemukan dalam kehidupan ini. Di dalamnya terkandung berbagai tantanngan yang harus diatasi oleh peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan. 
5.         Syukur, yaitu berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat-Nya. Menurut Abu Syaid al-Kharraz, syukur itu artinya mengenal yang member dan mengetahui sifat ketuhanan-Nya.
6.         Ikhlas, yaitu bersih, tidak ada campuran ibarat emas murni, tidak ada bercampur perak berapa persenpun. Ikhlas merupakan pekerjaan yang bersih terhadap sesuatu, ia merpakan sikap mental yang sungguh-sungguh menutup rapat-rapat pintu gangguan Iblis. Makna Ikhlas yang sesungguhnya adalah kesengajaan seseorang dalam melakukan taat kepada Allah, hanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mengharap Ridho-Nya semata.[2]
7.         Tawakal, yaitu berserah diri, mempercayakan diri atau mewakilkan. Secara istilah tawakal yaitu mempercayakan diri kepada Allah dalam melakukan suatu rencana bersandar kepada kekuatannya dalam melaksanakan suatu pekerjaaan, berserah diri dibawah perlindungan_Nya pada waktu menghadapi kesulitan.
8.         Ridho, yaitu sebuah sikap yang tidak menentang cobaaan, Qada dan Qadar Tuhan.
9.         Dzikrul AlMaut, yaitu ingat akan mati, maksudnya dengan mengingat kematian, akan memberikan motivasi kepada manusia yang sadar akan berbuat amal kebajikan yang sebanyak-banyaknya, baik merupakan ibadah, muamalah, maupun Mu’asyarah yang baik terhadap manusia.

C.    Definisi Ahwal dan kaitannya dengan Maqamat
Ahwal adalah bentuk jamak dari mufrod hal, yang berarti suatu keadaan. Namun, hal menurut ajaran kaum suffi adalah keadaan mental yang dirasakan oleh para pengamal tasawuf (salik) sebagai anugerah yang datang dari Allah SWT.
Maqom menurut Syech Ibnu Attoillah As-Sakandari : adalah suatu keadaan mental yang datang dari Allah SWT. sebagai anugerah yang yang tidak bisa disengaja atau usaha mencari. Beliau memekai istilah al-warid, jamaknya al-waridat (dari kata warada-yaridu) yang artinya datang. Istilah yang lain adalah wahbiyah (dari kata wahaba-yahibu) yang berarti memberi, mengingat ia bukan sebuah usaha hamba, tetapi datang lantaran pemberian Allah SWT.
Hal berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha sendiri, tetpi didapatkan sebagai anugerah dan rahmat dari tuhan. Sealain itu, berlainan dengan maqam, hal bersifat sementara, datang dan pergi, datang dan pergi dalam mendekatkan diri pada Tuhan. Jalan yang ditempuh seperti ini tidaklah mudah, mereka para sufi melalui berbagai masalah-masalah  karena diibaratkan seperti sebelumnya yaitu mengenai perihal kereta api yang singgah di stasiun-stasiun. Disinilah seorang sufi karena mampu melalui stasiun-stasiun yang dianggap sebagai Maqamat.
Tingkatamn (hal), dilain hal, adalah sesuatu yang dating dari Tuhan ke dalam hati seseorang, tanpa ia mampu menolaknya bila ia datang, atau menariknya, bila ia pergi, dengan ikhtiarnya sendii. Karena itu, sementara istilah “maqam” berarti jalan pendamba, dan doa-doanya di bidang ikhtiar, dan kedudukannya di depan tuhan sesuai dengan pahalanya, istilah “hal” berarti anugerah dan karunia yang deburikan tuhan atas hati hambanya, da tak bertalian dengan penyiksaan diri di bagian yang berikutnya. [3]
Erat sekali hubungan antara maqam dan ahwal dari hal yang diakui oleh para tokoh sufi adalah sama sama sebagai suatu kondisi batin seorang sâlik yang sedang berjalan menuju tingkat pencapaian akhir ber-taqarrub kepada Allah swt. Manakala sifatnya permanen, maka disebut dengan maqam dan yang berubah sifatnya disebut hal.[4]
Keadan keadan yang datang dengan sendiri merupakan pemberian alloh sedangkan maqom adalah hasil upaya, latihan, kesengajaan, pemaksaan dan lainya dari seorang hamba itu sendiri secara terus menerus hingga dia bisa menduduki maqomnya secara sah. Sementara, pemilik hal sering mengalami pasang surut, berubah-ubah, naik turun keadaan hatinya.[5]

D.    Maqam Taubat
Kata taubat brarti kembali, kembali dari perilaku tercela kepada perilaku yang baik atau terpuji.  Menurut Abu Ishaq taubat terdiri atas beberapa peringkat, yaitu: bertaubat dari berbagai dosa besar, selanjutnya yaitu taubat dari dosa-dosa kecil, adapun peringakat taubat yan paling tinggi adalah kelengahan hati untuk mengingat Allah walau sekejap.
Taubat dari berbagai dosa merupakan anjuran agama. Tidak kurang dari 71 kali kata Taubah dengan derivasinya disebutkan dalam AqlQur’an, salah satu ayat tentan taubat yaitu: “kecuali orang-orang yang bertaubat, beriamn dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan mereka diganti Alah dengan kebajikan. Dan adalah Allah  maha pengampun lagi aha penyayang. Dan sesungguhnya orang yang bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya” (Qs.25:70-71).
Beragamya pengertian taubat yang dekemukakan padre sufi pada hakikatnya tidaklah keluar dari persoalan kejiwaan manusia dalam mencari kesucian, ketentraman dan kebahagiaan. Meskipun demikian mulim mendefinisikan taubat yaitu terpsatnya perbuatan untuk menunggalkan perbuatan dosa dan maksiat karena menyesal dengan niat tidak mengulanginya kembali.
Imam al-Ghzazali menjelaskan bahwa taubatan nasuha itu pada intinya menghapuskan keinginan yang terlintas didalam hati untuk melakukan perbuatan dosa yang perna dilakukan pada masa lalu, sebagai perwujudan rasa kagum terhadap Allah SWT dan takut terhadap siksaan-Nya. Tobat yang seperti ini bisa terwujud bila seseorang memenuhi tiga Syarat:
a.       Membebaskan hati dari keinginan berbuat dosa
b.      Meninggalkan perbuatan buruk yang pernah dilakukan dimasa lalu.
c.       Meninggalkan itu harus muncul dari hasrat hati, demi mengagungkan Allah SWT dan menghindari kemurkaan serta Azab-Nya.   
 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sejarah benar benar membuktikan bahwa kegigihan tokoh tokoh sufi ketika menuangkan perjalanannya dalam dunia tasyawuf untuk ditorehkan dengan tinta emas, yang sehingga kita bisa dengan mudah memahami perjalanan mereka. Diantara rumusan mereka tentang maqamat dan ahwal sebagai kondisi batin seorang salik (pejalan rohani) yang menginginkan kedekatan kepada Allah swt., yang sifatnya permanen, lewat usaha sendiri dan yang berubah-ubah lantaran pemberian-Nya. Dalil-dalil yang dipakai (al-Qur’an dan hadis juga pendapat ulama’ ulama sufi) sebagiannya sama dan dipahami menurut kecenderungan masing-masing. Sebuah maqâm dan hâl menjadi modal bagi peningkatan ke jenjang yang lebih tinggi.

B.     Saran
Tasawuf merupakan saah satu metode pendekatan kepada Allah SWT, akan tetapi pilihlah cara tasawuf yang sesuai dengan aturan-aturan. Janganlah gampang mengikuti kegiatan yang berbau tasawuf yang tidak jelas bagaimana tawasulnya. Belajarlah tasawuf pada guru yang tepat.


DAFTAR PUSTAKA

Fu’adi, Imam. 2004. Menuju Kehidupan sufi. Jakarta: PT. Bina Ilmu
Nasr, Sayyid Husein.1985.Tasawuf Dulu dan Sekarang. Jakarta:Pustaka Firdaus
An-Naisaburi, Abul Qosim Abdul Karim Hawazin, Al- Risalah Al-Qusairiyah (Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000)
Attoillah, Ibnu As-Sakandari, Al-Hikam (Semarang: Toha Putra, Tth)








[1] Harun Nasution.Falsafat dan Mistisme dalam Islam. (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2010) hal 48
[2] Imam Fu’adi, Menuju kehidupan Sufi. (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004) hal 46
[3] Sayyid Hussain Nasr, Tasawuf Dulu dan Sekarang. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985) hal 84
[4] Ibnu Attoillah As-Sakandari, Al-Hikam , (semarang: Toha Putra, Tth) Hlm:34
[5] Abul Qosim Abdul Karim Hawazin An-Naisaburi, Al- Risalah Al-Qusairiyah (Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000), Hlm: 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar