BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Tasawuf dikalangn umat muslim
merupakan ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Praktek tasawuf sendiri
sudah mulai pada zaman Rasulullah misalnya Rasulllah SAW. Beliau mendapatkan
wahyu-wahyu dari Allah itu merupakan bagian dari mendekatkan diri pada Allah
SWT. Akan tetapi, istilah Tasawuf mulai
dikenal oleh orang banyak sejak adanya dua dinasty besar Islam.secara lebih
umum berarti Tasawuf mulai terkenal paska Rasulullah wafat.
Suatu hal yang begitu mengejutkan
bagi mahasiswa yang belum pernah mempelajari Tasawuf, yaitu adanya maqamat atau
tingkatan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Kedua pernyataan ini merupakan
masalh yang umum terjadi di Masyarakat. Oleh karena latar belakang diatas,
penulis akan sedikit mengulas mengenai Maqamat Tasawuf dan Ahwal secara
sistematis.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas, dapat diambil rumusan masalah makalah ini, diantaranya:
1. Apa
pengertian Maqamat?
2. Apa
saja macam-macam Maqamat menurut para Sufi?
3. Apa
Pengertian Ahwal?
4. Apa
kaitan antara Maqamat dan Ahwal?
5. Bagaimana
Maqamat Taubat?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pemhaman wawasan mengenai Tasawuf dan mengenal
tingkatan-tingkatannya. Selain itu untuk memberi informasi tentang taubat yang
menjadi salah satu tingkatan tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Maqamat
Ajaran pokok Tasawuf berkisar sekitar proses penyucian jiwa dan jaln
pendekatan diri menuju tuhan. Proses dan jalan itu sendiri sangat panjang dan
melalui tahapan-tahapan, yang disebut Maqamat. Maqamat adalah
jamak dari kata Maqam (maqam) yang berarti posisi, kedudukan, tingkatan.dalam
Tasawuf yang diungkapkan oleh harun Nasution, pakar Filsafat Islam-Maqamat lazim
dipahami sebagai tempat pemberhentian atau sebuah stasiun dalam perjalanan
yang panjang menuju Tuhan. Abu Nasr as-Sarraj
at-Tusi, seorang Sufi Sunni dari Iran menjelaskan bahwa, Maqamat adalah
kedudukan seorang hamba dihapan Allah
SWT yang berhasil diperolehnya melalui ibadah, perjuangan melawan hawa nafsu,
berbagai latihan spiritual, dan penghadapan segenap jiwa raga kepa Allah SWT.
Maqom adalah sebuah proses pencapaian
kesejatian hidup dengan pencarian yang tak kenal kata lelah atao bosan akan
beratnya syarat dan beban kewajiban yang harus dipenuhi. Misalkan seorang salik
yang sedang memperjuangkan tingkatan maqom tobat. Dia harus benar-benar
menlalui maqom itu agar bisa naik pada maqom selanjutnya. Dengan kata lain,
salik yang berada maqom taubat harus berusaha dengan pencarian yang tak kenal
lelah, memenuhi persyaratan seorang taib (orang yang taubat) yang berat,
dan berusaha terus menerus akan tujuan utamanya, yakni alloh SWT. Dengan firman
Alloh di dalam QS. Ibrohim : 41:
ذَلِكَ
لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيد
Yang
demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke
hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".( QS. Ibrohim: 41)
وَمَا
مِنَّا إِلاَّ لَهُ مَقَامٌ مَّعْلُومٌ
Tiada
seorang pun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang
tertentu, ".( QS. As-Shofat: 164)
Maqom
yang dimaksud oleh beliau adalah penegakan atau aktualisasi suatu nilai moral
sebagaimana istilah al-madhol (temat masuk) yang sama artinya dengan
isim masdarnya (al-idhol) yakni proses pemasukan. Dan al-mahroj
yang bermakna proses pengeluaran (al-ikhroj). Oleh karena itu, keberadaan
maqom seorang hamba bisa dikategorikan sah apabila dirinya dapat menyaksikan
Alloh secara husus dalam nilai maqom yang sedang diaktulisasikan. Misalnya,
kebenaran seorang hamba telah benar-benar menetapi suatu maqom taubat berarti
dia benar benar taubat akan segala sesuatu yang selain Alloh dan memusatkan
persaksianya hanya satu yakni Allah.
Seorang sufi akan mencapai tingkatan yang bagus, maka
pada saat sudah mencapai tahap tahalli maka kaum Sufi akan berusaha melakukan
sifat-sifat terpujidalam Islam. Indicator sifat-sifat tersebutantara lain:
Taubat, Zuhud, Khauf, shabar, Syukur, Ikhlas, tawakkal, ridho, Dzikrul Maut.
B. Macam-macam Maqamat dan
Rumusan-Rumusannya
Maqamat yang harus dijalani oleh seorang sufi mempunyai banayk pandangan. Menurut
Abu Bakar al-kalabadzi, tokoh sufi dari Bukhara Timur Tengah menyebutkan bahwa
ada tujuh maqam yang harus dilalui Sufi menuju Tuhan, yaitu:
taubat-zuhud-sabar-kefakiran-kerendahan
hati-takwa-tawakal-kerelaan-cinta-makrifat. Abu Nasr al-Sarraj at-Tusi menyebut
dalam al-Luma’: taubat-wara’-zuhud-kefakiran-sabar-tawakal-kerelaan
hati. Abu hamid al-ghazali dalam kitab Ihya Ulumu al-din memberikan: taubat-sabar-kefakiran
zuhud-tawakal-cinta-makrifat-kerelaan.[1]
Menurut Ibnu Sina tasawuf itu tidak dimulai dengan Zuhu atapun taubat,
menurutnya tasawuf dimulai dengan penyucian diri untuk berkomunikasi dengan
akal Faal dan dari akal faal tersebut akan mendatangkan suatu ketenangan batin
ataupun petunjuk-petunjuk yang lainnya.
Maqamat-maqamat
dalam tasawu secara umum bertahab dari :
1.
Taubat, yang
artinya kembali. Secara istilah taubat adalah kembali dari hal yang buruk
kepada terpuji sesuai dengan ketentuan agama.
2.
Zuhd, yaitu
meninggalkan sesuatu karenakekurangan dan kehinaannya. Dalam al-Qur’an hanya
ditemukan satu kata yang berakar dari kata Zuhd yaitu AZh-Zahidin
(orang-orang yang zuhud), yang terdapat dalam surat yusuf ayat 21. Dalam
istilah tasawuf, Zuhud diartikan dengan kebencian hati terhadap hal ihwal
keduniaan dan menjauhkan diri darinya karena taat kepada Allah SWT. Firman
Allah SWT yang artinya “ketahuilah, bahawa sesungguhnya kehidupan dunia itu
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah
antara kamu serta bebangga banggaan tentang banyaknya harta dan anak” QS. 57:20
3.
Khauf (takut),
maksudnya yaitu takut kepada Allah itu merupakan perhiasan diri orang-orang
saleh, orang yang takut ialah orang yang lebih takut kepada dirinya sendiri
daripada kepadamusuh.
4.
Sabar, yaitu
keteguhan hati dalam menghadapi cobaan dan kesulitan , serta keuletan meraih
tujuan dan cita-cita. Menghadapi cobaaan dan kesulitan serta meraih suatu
tujuan dan cita-cita merupakan kenyataan yang selalu ditemukan dalam kehidupan
ini. Di dalamnya terkandung berbagai tantanngan yang harus diatasi oleh
peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan.
5.
Syukur, yaitu
berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat-Nya. Menurut Abu Syaid
al-Kharraz, syukur itu artinya mengenal yang member dan mengetahui sifat
ketuhanan-Nya.
6.
Ikhlas, yaitu
bersih, tidak ada campuran ibarat emas murni, tidak ada bercampur perak berapa
persenpun. Ikhlas merupakan pekerjaan yang bersih terhadap sesuatu, ia merpakan
sikap mental yang sungguh-sungguh menutup rapat-rapat pintu gangguan Iblis.
Makna Ikhlas yang sesungguhnya adalah kesengajaan seseorang dalam melakukan
taat kepada Allah, hanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mengharap
Ridho-Nya semata.[2]
7.
Tawakal, yaitu
berserah diri, mempercayakan diri atau mewakilkan. Secara istilah tawakal yaitu
mempercayakan diri kepada Allah dalam melakukan suatu rencana bersandar kepada
kekuatannya dalam melaksanakan suatu pekerjaaan, berserah diri dibawah
perlindungan_Nya pada waktu menghadapi kesulitan.
8.
Ridho, yaitu
sebuah sikap yang tidak menentang cobaaan, Qada dan Qadar Tuhan.
9.
Dzikrul AlMaut,
yaitu ingat akan mati, maksudnya dengan mengingat kematian, akan memberikan
motivasi kepada manusia yang sadar akan berbuat amal kebajikan yang
sebanyak-banyaknya, baik merupakan ibadah, muamalah, maupun Mu’asyarah yang
baik terhadap manusia.
C. Definisi Ahwal dan
kaitannya dengan Maqamat
Ahwal
adalah bentuk jamak dari mufrod hal, yang berarti suatu keadaan. Namun, hal
menurut ajaran kaum
suffi adalah keadaan mental yang dirasakan oleh para pengamal tasawuf (salik)
sebagai anugerah yang datang dari Allah SWT.
Maqom
menurut Syech Ibnu Attoillah As-Sakandari : adalah suatu keadaan mental yang
datang dari Allah SWT. sebagai anugerah yang yang tidak bisa disengaja atau
usaha mencari. Beliau memekai istilah al-warid, jamaknya al-waridat (dari
kata warada-yaridu) yang artinya datang. Istilah yang lain adalah wahbiyah
(dari kata wahaba-yahibu) yang berarti memberi, mengingat ia bukan
sebuah usaha hamba, tetapi datang lantaran pemberian Allah SWT.
Hal
berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha sendiri, tetpi didapatkan
sebagai anugerah dan rahmat dari tuhan. Sealain
itu, berlainan dengan maqam, hal bersifat sementara, datang dan pergi, datang dan pergi dalam
mendekatkan diri pada Tuhan.
Jalan yang ditempuh seperti ini tidaklah mudah, mereka para sufi melalui
berbagai masalah-masalah karena
diibaratkan seperti sebelumnya yaitu mengenai perihal kereta api yang singgah
di stasiun-stasiun. Disinilah seorang sufi karena mampu melalui stasiun-stasiun
yang dianggap sebagai Maqamat.
Tingkatamn
(hal), dilain hal, adalah sesuatu yang dating dari Tuhan ke dalam hati
seseorang, tanpa ia mampu menolaknya bila ia datang, atau menariknya, bila ia
pergi, dengan ikhtiarnya sendii. Karena itu, sementara istilah “maqam” berarti
jalan pendamba, dan doa-doanya di bidang ikhtiar, dan kedudukannya di depan
tuhan sesuai dengan pahalanya, istilah “hal” berarti anugerah dan karunia yang
deburikan tuhan atas hati hambanya, da tak bertalian dengan penyiksaan diri di
bagian yang berikutnya. [3]
Erat sekali hubungan antara
maqam dan ahwal
dari hal yang
diakui oleh para tokoh sufi adalah sama sama
sebagai suatu kondisi batin seorang
sâlik yang
sedang berjalan menuju tingkat pencapaian akhir ber-taqarrub
kepada Allah
swt. Manakala sifatnya permanen, maka disebut
dengan maqam dan
yang berubah sifatnya disebut hal.[4]
Keadan keadan yang datang dengan sendiri
merupakan pemberian alloh sedangkan maqom adalah hasil upaya, latihan,
kesengajaan, pemaksaan dan lainya dari seorang hamba itu sendiri secara terus
menerus hingga dia bisa menduduki maqomnya secara sah. Sementara, pemilik hal
sering mengalami pasang surut, berubah-ubah, naik turun keadaan hatinya.[5]
D. Maqam Taubat
Kata taubat brarti kembali, kembali dari perilaku
tercela kepada perilaku yang baik atau terpuji.
Menurut Abu Ishaq taubat terdiri atas beberapa peringkat, yaitu:
bertaubat dari berbagai dosa besar, selanjutnya yaitu taubat dari dosa-dosa
kecil, adapun peringakat taubat yan paling tinggi adalah kelengahan hati untuk
mengingat Allah walau sekejap.
Taubat dari berbagai dosa
merupakan anjuran agama. Tidak kurang dari 71 kali kata Taubah dengan
derivasinya disebutkan dalam AqlQur’an, salah satu ayat tentan taubat yaitu: “kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriamn dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan
mereka diganti Alah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha pengampun lagi aha penyayang. Dan
sesungguhnya orang yang bertaubat kepada Allah dengan taubat yang
sebenar-benarnya” (Qs.25:70-71).
Beragamya pengertian taubat
yang dekemukakan padre sufi pada hakikatnya tidaklah keluar dari persoalan
kejiwaan manusia dalam mencari kesucian, ketentraman dan kebahagiaan. Meskipun
demikian mulim mendefinisikan taubat yaitu terpsatnya perbuatan untuk
menunggalkan perbuatan dosa dan maksiat karena menyesal dengan niat tidak
mengulanginya kembali.
Imam al-Ghzazali menjelaskan
bahwa taubatan nasuha itu pada intinya menghapuskan keinginan yang terlintas
didalam hati untuk melakukan perbuatan dosa yang perna dilakukan pada masa
lalu, sebagai perwujudan rasa kagum terhadap Allah SWT dan takut terhadap
siksaan-Nya. Tobat yang seperti ini bisa terwujud bila seseorang memenuhi tiga
Syarat:
a.
Membebaskan hati dari keinginan berbuat dosa
b.
Meninggalkan perbuatan buruk yang pernah dilakukan dimasa lalu.
c.
Meninggalkan itu harus muncul dari hasrat hati, demi mengagungkan Allah
SWT dan menghindari kemurkaan serta Azab-Nya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah
benar benar membuktikan bahwa kegigihan tokoh tokoh sufi ketika menuangkan
perjalanannya dalam dunia tasyawuf untuk ditorehkan dengan tinta emas, yang
sehingga kita bisa dengan mudah memahami perjalanan mereka. Diantara rumusan
mereka tentang maqamat dan ahwal sebagai kondisi batin seorang salik
(pejalan rohani) yang menginginkan kedekatan kepada Allah swt., yang
sifatnya permanen, lewat usaha sendiri dan yang berubah-ubah lantaran
pemberian-Nya. Dalil-dalil yang dipakai (al-Qur’an dan hadis juga pendapat
ulama’ ulama sufi) sebagiannya sama dan dipahami menurut kecenderungan
masing-masing. Sebuah maqâm dan hâl menjadi modal bagi
peningkatan ke jenjang yang lebih tinggi.
B.
Saran
Tasawuf merupakan saah satu metode
pendekatan kepada Allah SWT, akan tetapi pilihlah cara tasawuf yang sesuai
dengan aturan-aturan. Janganlah gampang mengikuti kegiatan
yang berbau tasawuf yang tidak jelas bagaimana tawasulnya. Belajarlah tasawuf
pada guru yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Fu’adi,
Imam. 2004. Menuju Kehidupan sufi. Jakarta: PT. Bina Ilmu
Nasr,
Sayyid Husein.1985.Tasawuf Dulu dan Sekarang. Jakarta:Pustaka Firdaus
An-Naisaburi, Abul Qosim Abdul Karim
Hawazin, Al- Risalah Al-Qusairiyah (Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000)
Attoillah, Ibnu As-Sakandari, Al-Hikam
(Semarang: Toha Putra, Tth)
[5] Abul
Qosim Abdul Karim Hawazin An-Naisaburi, Al- Risalah Al-Qusairiyah
(Maktabah Tsamilah, Versi: 10.000), Hlm: 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar