PENDAHULUAN
Allah menciptakan Mahluk Hidup sangat beragam, mulai dari
yang berfisik maupun yang halus. Makhuk yang nampak identik dengan yang
berfisik, seperti Manusia, Hewan, Bui, sert Jagad Raya. Sedangkan Makhluk halus
berkeriteria tidak nampak atau tidak terliha olehpanca indra. Contohnya, Jin,
Iblis, Setan,dan Malaikat. Jenis yang kedua inilah yang menuai perdebatan. Hal
yang diperdebatkan yakni perihal eksistensinya, “benarkah ada atau tidak?”
diwilayah barat, segala sesuatu yang tidak nampak tidak perlu dbahas sebab tidak
akan memberikan keuntungan. Corak berfikir mereka cenderung Rasio dan Prakmatis.
Di Wilayah Indonesia, hal-hal yang tak nampak “Ghaib”
merupakan perbincangan yang menjadi sayuran di masyarakat. Masyarakat
mendikripsikan bentuk-bentuk mereka yang buruk dan menakutkan. Anak-anak yang
sakit mendadak dipercaya disebabkan oleh jin atau setan yang mendekati atau
merasuki badan tersebut.
Tidak mau ketinggalan, Berbagai media baik media
elektronik ataupun cetak memaparkan fenomena yang tak nampak, khususnya Jin,
dan Setan. Beberapa tahun yang lalu muncul buku dengan tema berdialog dengan
jin. Beberapa stasiun televisi juga menayangkan beberapa progran bertemakan
makhluk halus. Hasilnya, banyak masyarakat yang terpengaruh dengan tayangan tersebut.Keuntungan
ini juga mengiringi pihak media yang mendapatkan rupiah-rupiah yang berjumlah
jutaan.
M. Quraih Shihab
menyayangkan tayangan, isu, dan buku-buku yang baru maupun lama yang membahas
tentang makhluk halus, tidak sesuai dengan tuntunan dan informasi wahyu. Ini
mengundang potensi melahirkan takhayul dan Khurafat, bahkan mengantarkan
kepada syirik dan mempersekutukan Allah SWT. M. Quraish Shihab mengajak para
pembaca untuk “mengenal” Makhluk halus sebagaimana diinformasikan oleh kedua
sumber ajaran islam, yaitu al-Qur’an dan Hadits.
Dua fenomena, barat yang mengedepankan rasio tidak
menyentuh pembahasan mengenai makhluk halus, sedangkan timur akrab bahkan intim
dalam mengenal makhluk halus terkhusus Jin. Selain itu, ihwal Quraish shihab
yang ingin mengembalikan pemahaman tentang “Jin” kepada “al-Qur’an dan Sunnah”.
Artikel ini sebenarnya review pemikiran Quraish
Shihab dalam karyanya “Jin dalam al-Qur’an”. Apa uniknya mengkaji
Jin menurut M. Quraish Shihab? Tentunya, tokoh satu ini menyajikan hakikat Jin
dengan bersandar pada al-Qur’an dan Hadits. Selain itu meluruskan pemikiran
ulama klasik yang nota bene masih kurang
pas. Misalnya, pemahaman Ulama terhadap QS.ar-Rahman: 55:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ
أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا
تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَان
Artinya: Hai
jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
Beberapa ulama dan Muballigh menduga bahwa ayat ini
merupakan isyarat kemampuan Jin dan Manusia untuk melintasi bumi dan menembus
langit. Lalu, M.Quraish Shihab tidak sependapat dengan hal ini. Ayat ini
merupakan tantangan kepada Jin dan Manusia yang tidak mungkin bisa mereka
lakukan. Dari pemahaman singkat ini penulis ingin menyajikan ulang pemikiran
Quraish Shihab tentang “Jin”
Secara garis besar pembahasan pada artikel ini yakni
hakikat, sejarah, dan eksistensi Jin. Dengan tujuan untuk memberikan gambaran
umum mengenai eksistensi Jin dari sudut pandang yang berbeda. Pemahaman yang
tidak menonjolkan pemikiran ulama klasik, melainkan perpaduan antara Nash dan
Rasio.
SEJARAH DAN HAKIKAT JIN
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai jin, alangkah
etisnya membahas tentang eksistensi makhluk halus. Manusia telah mengenal
Makhluk halus sebelum mengenal agama-agama. Jin menampakkan dirinya pada manusia
tertentu melalui media Jimat, Mantra, atau bahkan merasuk kepada sesuatu
sehingga banyak orang yang melihatnya. Makhluk halus tersebut ada yang
bersahabat dengan manusia, ada yang memusui, ada yang memberi manfaat, ada pula
yang mengakibatkan Mudharat. Mereka mulanya menghadapi makhluk halus sama
dengan mengahadapi binatang buas. Namun, usahanya menuai kegagalan. Lalu mereka
menganggap hal tersebut adalah ruh nenek moyang. Lalu, untuk menjinakkannya,
mereka menggunakan cara lain yakni dengan menggunakan mantra atau sesaji.
M. Quraish Shihab menguutip dari kitab suci bahwa Agama
dan kepercayaan turut mempertahankan eksistensi makhluk halus dengan melalui
teks-teks keagamaan yang sekaligus menjadi informasi dan tuntunan agama. Misalnya
Islam, kehadiran nabi Musa yang menyebarkan agama Tauhid masih kalah dengan
dengan Ajaran Musa Samiri. Agama kristen tidak asing dari kepercayaan tentang
adanya makhluk halus yang mengganggu manusia. sekian banyk orang yang kemasukan
ruh ruh halus yang jahat disembuhkan oleh Isa as. (Lukas 8: 26, Markus 5).
Dalam injil Lukas; 4, secara jela diuraikan bahw aiblis pernahmenggoda dan
menguji Isa as. Dengan menunukkan dalam sekejap kerajaan dunia kalau beliau
bersedia menyembah iblis.
Islam memposisikan Ghaib sebagai sesuatu yang
harus di Imani kebaradaanya. Mendefinisikan Makhluk Halus ialah segala sesuatu
yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra, baik karena kurangnya kemampuan
maupun oleh sebab-sebab lainnya. M. Quraish Shihab membagi ghaib menjadi dua
yakni Ghaib Relatif dan Ghaib Muthlaq. Ghaib Relatif yakni Ghaib yang tidak diketahui oleh
seseorang, namun diketahui oleh orang lain. Kematian merupakan hal ghoib tetapi
tidak menjadi Ghaib bagi yang pernah mengalaminya. Puncak ghaib yakni Ghaib
Muthlaq jangankan di dunia, samapai akhiratpun kita tidak mengetahui
hakikat-Nya, bahkan melihat dengan mata kepalapun tidak terjangkau. Ghaib
Muthlaq level kedua yakni “hari kiamat”. Allah telah menggariskan tidak ada
yang tahu kecuali Allah sendiri perihal datangnya atau terjadinya kejadian
akbar tersebut. Pembahasan mengenai Ghaib salah satunya Jin hanya sekelumit
saja. Itupun juga atas tuntunan wahyu yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
Masyarakat Jahiliyah sebenarnya sudah akrab dengan Jin.
Al-Qur’an mengabadikan dalam QS. Saba: 41 “sebagian mereka menyembah Jin”.
Tidak heran jika mereka meminta bantuan atau perlindungan kepada Jin. Konon,
mereka melakukan hubungan pernikahan antara Jin dan manusia. Mereka bekerja
sama untuk membuat syair syair, namun saat al-Qur’an turun, tidak ada dari
mereka yang mempu menandingi.(lihat. QS. al-Isra’ :88)
Dalam al-Qur’an setidaknya ada
lima kata yang sering digunakan untuk menunjuk makhlus halus dari jenis Jin,
yaitu: Jin (جنّ), Jan (جانّ),
Jinnah ( جنّه),
Iblis (ابليس), dan Syaithan
(شيطان).
Jin dalam kamus besar bahasa Indonesia berartikan Makhluk
Halus (yang dianggap berakal). Kata Jinn terdiri dari tiga kata: jim (ج), Nun (ن),
dan Nun (ن). Menurut pakar-pakar bahasa,
semua kata yang terdiri dari rangkaian ketiga huruf tersebut mengandung makna Ketersembunyian
atau ketertutupan. Beberapa redaksi al-Qur’an surah al-An’am: 76
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ
رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِي
Artinya: “Ketika
malam telah menutupinya, dia (Ibrahim as) melihat bintang.”
Orang gila dinamakan Majnun (مجنون)
artinya tertutup akalnya. Bayi yang ada dalam kandungan dinamakan Janin.
Al-Junnah (الجنّة) yakni “perisai” yangberfungsi
untuk menutupi diri atau melindungi diri dari gangguan orang lain baik bersifat
fisik ataupun non fisik. Surga dinamakan jannah karena hingga kini masih
tersembunyi. Kalbu manusia dinamai (جنان)
karena ia da isi hati tertutup dari pandangan seta pengetahuan. Tiada yang
mengetahui isi hati seseorang kecuali isi hati seseorang kecuali Allah, dan karena
itu pula ruh dinamai Janan, Kubur, orang mati, kafan semua dapat
dilukiskan dengan kata janan karena ketertutupan dan ketersembunyiannya
yang selalu berkaitan dengannya. Tetapi, makna ketertutupan dan ketersembunyiannya,
serta samapai mana batasnya?
Makna terminologis Jin terdapat
ragam perbedaan. Pertama, Ibnu Sina memandang bahwa Jin adalah binatang
yang bersifat bentuk. ar-Razi menukil pendapatnya kemudian menilai ulang bahwa
ibnu Sina hanya sebatas bahasa namun, Ibnu Sina tetap memandangbahwa Jin
mempunyai di dunia maya.
Kedua, Ahmad Khan pemikir
India misalnya memahami Jin sebagai jenis manusia yang belum
berperadaban. Menurutnya al-Qur’an menyebutkan kata Jin sebanyak lima kali
dalam konteks bantahan terhadap kaum musrikin Arab. Ayat-ayat tersebut
menurutnya tidak dapat dijadikan bukti tentanga danya makhluk yang bernama Jin
seperti pada umumnya kaum muslimin. Ayat-ayat selain dari kelima ayat yang dalam konteks bantahan itu
adalah manusia-manusia liar yang hidup dihutan atau tempat-tempat terpencil di
pegunungan.
Ketiga, Muhammad Farid Wajdi menyatakan
Jin adalah Makhluk yang bersifat hawa (udara) atau api, berakal, dapat
berbentuk dengan berbagai bentuk dan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan
pekerjaan berat. Keempat, Sayyid Sabiq, Jin yakni sejenis ruh berakal,
berkehendak Mukallaf (dibebani tugas keagamaan oleh Allah, seperti
halnya manusia, lihat QS. Adz-Zariat: 56) tetapi tidak berbentuk materi, yakni
luput dari jangkauan Indra, atau tidak dapat terlihat sebagaimana keadaannya
yang sebenar-benarnya atau bentuknya yang sesungguhnya dan mereka mempunyai
kemampuan untuk tampil dalam bentuk.
Kelima. Aisyah Bintu Syati’
mengatakan Jin adalah makhluk yang mencakup semua jenis makhluk yang hidup di
alam-alam yang tidak terlihat atau tidak terjangkau dan yang berada di luar
batas alam tempat manusia hidup serta tidak terikat oleh hukum-hukum alam,
sehingga tidak menutup kemungkinan UFO (Unidentified Fliying Objeck) juga
termasuk Jin. Muhammad Abduh menguatkan bahwa Jin yaitu berupa virus-virus dan
kuman penyakit.
Keenam, Memahmi jin sebagai
potensi negatif manusia. menurut penganut paam ini, malaikat adalah sebagai
potensi positif manusia yang menggerakkan manusia ke arah kebaikan, sedangkan
jin atau setan adalah sebaliknya.
M. Quraish Shihab tidak banyak
komentar dengan definisi-definisi Jin, sebab bahwasannya manusia mempunyai
keterbatasan sebagaimana dalam QS. al-Isra’: 85.
......
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا (85)
Artinya: ..... dan Tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.
Pengetahuan
sedikit yakni dianugerahkan Allah melalui wahyu. Dalam konteks ayat tersebut
adalah pengetauan “ruh “ yang Ghaib. Begitupula dengan Jin yang tidak nampak.
Salah satu mengetahui yakni melalui media Wahyu “al-Qur’an ataupun Hadits. Ayat-ayat
fondasi tentang jin termaktub dalam QS. al-Hijr ayat 26-27 dan QS. Ar-Rahman; 15:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
(26) وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ (27)
Artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia
(adam) dari tanah liat yang kering (yang berasal) darilumpur hitam yang diberi
bentuk. Dan kami telah menciptakan Jann sebelum (Adam) dari api yang sangat
panas.
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ (15)
Artinya: Allah Menciptakan Jan dari Nyala Api.
Lafadz Jan pada kedua
ayat menurut M. Quraish Shihab sepakat dengan al-Jauhari
bermaksud sekolompok Jin. Ini dikukuhkan oleh kebiasaan
al-Qur’an memperhadapkan kata Ins yang berarti sekumpulan manusia dengan
Jan seperti firman-Nya: “pada waktu itu (hari kiamat) ins (manusia) dan jan
tidak ditanya tentang dosanya
(karena mereka masing-masing telah
menyadarinya) QS. Ar-RAhman: 39).
Ciri-ciri Jin berbeda dengan
manusia, Pertama dia melihat manusia dan manusia tidak dapat melihatnya
“sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang
tidak bias melihat mereka (QS. Al-A’raf; 12)” Kedua, Makhluk ini dapat
hidup di planet bumi “turunlahkamu menjadi musuh bagi yang lain, dan kamu
menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman dibumi, dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan. (QS. Al-Baqarah: 36) Ketiga,
Jin mempunyai kemampuan melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan berat, seperti yang mereka lakukan untuk nabi Sulaiman: “Dan
Sebagian dari Jinada yang bekerja dihadapannya (di bawah kekuasaan Sulaiman)
dengan Izin Tuhannya” (QS. Saba’: 12).
Keempat: Jin mempunyai kemampuan
menjelajah keluar planet bumiberdasarkan ucapan mereka yang dibenarkan dan
diabadikan dalam al-Qur’an “dan kami telah mencoba mengetahui (rahasia)
langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah
api. Sesungguhnya, kami dahulu dapat duduk di beberapa tempat di langit itu
untuk mendenga-dengarkan (beritanya). Tetapi, sekarag siapa yang (mencoba)
mendengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk
membakarnya). QS. Al-Jin 8-9. Ketujuh: ketidak
mampuan dalam hal mengetahui yang ghaib. Ketidak mampuan ini di abadikan dalam
al-Qur’an, “Maka tatkala kami telah menetapkan kematian sulaiman, tidk ada
yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan
Tongkatnya. Maka tatkala itu telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau
sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa
yang menghinakan (QS. Saba: 14).
Kelima: tidak
semua dari mereka jahat atau membangkang perintah Allah “Sesungguhnya,
diantara kami ada yang saleh dan diantara kami ada (pula) yang tidak demikian
halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (QS. Al-Jinn: 13). Jin Jahat diberi Izin untuk menggoda
manusia yang imannya lemah. Disisi lain, ada golongan Jin yang mempu memahami
al-Qur’an sebaigamana yang termaktub dalam Qs. Al-Jinn ayat: 1-2:
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا
إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا (1) يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ
وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا (2)
Artinya: Mereka berkata
sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’an yang menakjubkan (yang ) memberi
petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepada-Nya. Dan kami
sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami. (Qs. Al-Jin
-12)
Makhluk Jin layaknya
ciptaan-Nya mempunyai jenis. Seperti doa ketika masuk kamar kecik/MCK
اللهمّ اني اعوديك من الخيت والخبائت
Artinya: “Ya Allah
aku berlindung kepada-Mu dari ganguan al-Khubuts dan al-Khaba’its”
Menurut pakar Hadits,
Ibn Hajar al-Khubutsi adalah bentuk jamak dari khabits, yakni jin
lelaki dan al-Khba’its adalah bentuk jamak dari al-Khabitsah, yakni
Jin perempuan. Hadits lain yang menjelaskan mengenai jenis-jenis makhluk ini
yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh Imam as-Syuyuti dalam ial-Ajmi’ ash-Shoghir
begitu pula al-Hakim:
الجنّ تلاتة الصناف: صنف لهم اجنحة يطيرون في الهوا ء
و صنف حيّاا و كلاب و صفن سحلّون و يظعنون
Artinya:
Jin ada tiga macam. Ada yang memiliki sayap terbang di udara, ada yang
berupa ular dan anjing, serta ada juga yang bermukim dan berpindah pindah.
M.
Quraish Shihab menemukan penilaian bahwa ada salah satu perowi dalam hadits
yang dinilai lemah. KAlaulah riwayat-riwayat ini Shahih, boleh jadi jenis jin
yang bermukim dan berpindah pindah adalah kuman-kuman penyakit, sedang yang
memiliki sayap anatara lain adalah makhluk luar angkasa, sebagaimana pendapat
ulama kontemporer. Namun, itu dalah sebagian jenis jin yang diciptakan Allah.
Ada dua jenis Jin
yakni Jin baik dan Jin Buruk. Deskripsi Jin Buruk (jahat) lebih gamblang karena
Jin jenis ini bertekat untuk menggoda memusuhi manusia hingga akhir zaman.
Terbukti bahwa Jin dari segolongan Iblis yang tidak mau bersujud dalam artian
menghormati ciptaan Allah “Adam”. Golongan ini memandang dirinya lebih daripada
“Adam” yang diciptakan dari Tanah.
Tempat bersemayam Jin
telah dikemukakan yakni di Toilet, oleh karena Rasul SAW
mengajak umatnya berdoa ketika hendak memasuki toilet. Perihal
ni, Ibnu Taimiyah menambahkan habitat Jin berada di Pegunungan, Lautan, pasar,
dan atap-atap rumah. Bahkan ada potongan Hdits “singgasana
iblis berada di atas laut” hadits ini ada yang memahminya dengan segita
Bermuda atau samudra setan yag berada di Atlantik.Namun, memahami hadits tidak
tidak semudah itu dan banyak ulama yang berbeda pendapat dalam menafsirkan ini.
Waktu
berkeliarannya Jin menjelang matahari terbenam dan pada waktu-waktu gelap “Pada
awal malam atau pada saat kalian memasuki waktu petang, lindungilH anak-anak kalian karena setan berkeliaran
saat itu. Apabila awal malam telah berlalu, biarkan mereka menutup pintu, serta
sebutlah nama Allah karena setan tidak mampu membuka pintu yagtertutup (jika
disebut nama Alah ketika menutupnya). Kata para Ulama, kegelapan sangat
membantu setan dalam menghimpun kekuatannya dan segala macam yang mengsankan
kegelapan, dapat membantunya, dan karena itu dalam hadits yang diriwayatkan
pakar hadits , Muslim, dinyatakan bahwa الكلب
الاسود شيطان
anjing hitam adalah Syaithan.
Ada peranyaan mengapa
manusia tidak dapat melihat Jin? Manusia bisa melihat Jin. Ada dua jawaban
dalam menjawab soal ini. Pertama. Jin hanya dapat dilihat oleh
Rasul dan Nabi. Beberapa ulama berpendapat pasca wafatnya rasul terakhir, keberadaan Jin sebagai makhluk halus diubah
menjadi kasar sehingga dapat dilihat
oleh siapapun. Menurut M. Quraish Shihab, pendapat ini terkesan dibuat-buat. M.
Quraish lebih condok pada pendapat Kedua yang menjelaskan bahwa Jin
dapatdilihat oleh manusia jika jin berubah dengan mengambil bentuk makhluk yang
dapat dilihat oleh manusia. pendapatini tidak membatasi kemungkinan mereka
dapat dilihat oleh para nabi atau pada masa kenabian, tetapi kapan, dimana, dan
siapa pun, bila kondisi memungkinkannya.
Jin sebagai makhluk yang
bertanggung jawab, juga mendapat tugas-tugas keagamaan dari Allah swt.
(Mukallaf). Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Adz-ZAriayat ayat: 56 “aku
tdak menciptakan Jin dan manusia untuk menyembah-Ku (menjadikan segala
aktifitas mereka berakhir sebagai
ibadah”.Ibnu TAimiyah menegeskan bahwa Jin mendapat tugas dari Allah dalam hal Ushul (prinsip-prinsip ajaran
agama, seperti keesaan Allah, hari kiamat, kitab-kitab dan pengetahuan keimanan
lainnya) dan juga mereka berkewajiban melaksanakan Furu’ (perincian
agama) namun, tidak sedetail perintah
agama agama kepada manusia. Bahkan
Ulama, lain ada mengatakan banwa para Jin pun mengenal agama-agama dan
aliran-aliran sebagaimana manusia.
KESIMPULAN
Pengetahuan Jin merupakan ranah
keimanan ketika dirasionalkan terutama mengenai hakikatnya wajar menjadi
perdebatan. Terutama bentuk dan definisinya, Quraish Shihab dalam memandang Jin
mengandalkan dua sumber yakni al-Qur’an dan HAdits. Sehingga Quraish Shihab
memberikan Kritik terhadap makna Jin yang dipahami sebagai Makhluk halus yang
difisikkan. M. Quraish Shihab tetap
mengegaskan bahwa Jin adalah makhluk
halus yang berbeda dengan manusia yang tidak dapat dilihat kecuali
menjadi bentuk-bentuk tertentu. Tentunya, Jin merupakan wujud yang harus tetap
diimani keberadaannya.
DAFTAR RUJUKAN
Shihab, M.
Quraish.2013. Yang Halus dan Tak Terlihat: Jin dalam al-Qur’an,
Tangerang: Lentera Hati.
________________.2011.Tafsir
al-Msbah: Kesan, Pesan, dan keserasian al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati
JURNA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar