Jumat, 25 November 2016

ARTIKEL TAFSIR QURAISH SHIHAB BERBICARA SOAL JIN Oleh: Rizal Fatkur Rochimin

PENDAHULUAN
Allah menciptakan Mahluk Hidup sangat beragam, mulai dari yang berfisik maupun yang halus. Makhuk yang nampak identik dengan yang berfisik, seperti Manusia, Hewan, Bui, sert Jagad Raya. Sedangkan Makhluk halus berkeriteria tidak nampak atau tidak terliha olehpanca indra. Contohnya, Jin, Iblis, Setan,dan Malaikat. Jenis yang kedua inilah yang menuai perdebatan. Hal yang diperdebatkan yakni perihal eksistensinya, “benarkah ada atau tidak?” diwilayah barat, segala sesuatu yang tidak nampak tidak perlu dbahas sebab tidak akan memberikan keuntungan. Corak berfikir mereka cenderung  Rasio dan Prakmatis.
Di Wilayah Indonesia, hal-hal yang tak nampak “Ghaib” merupakan perbincangan yang menjadi sayuran di masyarakat. Masyarakat mendikripsikan bentuk-bentuk mereka yang buruk dan menakutkan. Anak-anak yang sakit mendadak dipercaya disebabkan oleh jin atau setan yang mendekati atau merasuki badan tersebut.
Tidak mau ketinggalan, Berbagai media baik media elektronik ataupun cetak memaparkan fenomena yang tak nampak, khususnya Jin, dan Setan. Beberapa tahun yang lalu muncul buku dengan tema berdialog dengan jin. Beberapa stasiun televisi juga menayangkan beberapa progran bertemakan makhluk halus. Hasilnya, banyak masyarakat yang terpengaruh dengan tayangan tersebut.Keuntungan ini juga mengiringi pihak media yang mendapatkan rupiah-rupiah yang berjumlah jutaan.
 M. Quraih Shihab menyayangkan tayangan, isu, dan buku-buku yang baru maupun lama yang membahas tentang makhluk halus, tidak sesuai dengan tuntunan dan informasi wahyu. Ini mengundang potensi melahirkan takhayul dan Khurafat, bahkan mengantarkan kepada syirik dan mempersekutukan Allah SWT. M. Quraish Shihab mengajak para pembaca untuk “mengenal” Makhluk halus sebagaimana diinformasikan oleh kedua sumber ajaran islam, yaitu al-Qur’an dan Hadits.
Dua fenomena, barat yang mengedepankan rasio tidak menyentuh pembahasan mengenai makhluk halus, sedangkan timur akrab bahkan intim dalam mengenal makhluk halus terkhusus Jin. Selain itu, ihwal Quraish shihab yang ingin mengembalikan pemahaman tentang “Jin” kepada “al-Qur’an dan Sunnah”.
Artikel ini sebenarnya review pemikiran Quraish Shihab dalam karyanya   “Jin dalam al-Qur’an”. Apa uniknya mengkaji Jin menurut M. Quraish Shihab? Tentunya, tokoh satu ini menyajikan hakikat Jin dengan bersandar pada al-Qur’an dan Hadits. Selain itu meluruskan pemikiran ulama  klasik yang nota bene masih kurang pas. Misalnya, pemahaman Ulama terhadap QS.ar-Rahman: 55:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَان
Artinya: Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
Beberapa ulama dan Muballigh menduga bahwa ayat ini merupakan isyarat kemampuan Jin dan Manusia untuk melintasi bumi dan menembus langit. Lalu, M.Quraish Shihab tidak sependapat dengan hal ini. Ayat ini merupakan tantangan kepada Jin dan Manusia yang tidak mungkin bisa mereka lakukan. Dari pemahaman singkat ini penulis ingin menyajikan ulang pemikiran Quraish Shihab tentang “Jin”
Secara garis besar pembahasan pada artikel ini yakni hakikat, sejarah, dan eksistensi Jin. Dengan tujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai eksistensi Jin dari sudut pandang yang berbeda. Pemahaman yang tidak menonjolkan pemikiran ulama klasik, melainkan perpaduan antara Nash dan Rasio.
SEJARAH DAN HAKIKAT JIN
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai jin, alangkah etisnya membahas tentang eksistensi makhluk halus. Manusia telah mengenal Makhluk halus sebelum mengenal agama-agama. Jin menampakkan dirinya pada manusia tertentu melalui media Jimat, Mantra, atau bahkan merasuk kepada sesuatu sehingga banyak orang yang melihatnya. Makhluk halus tersebut ada yang bersahabat dengan manusia, ada yang memusui, ada yang memberi manfaat, ada pula yang mengakibatkan Mudharat. Mereka mulanya menghadapi makhluk halus sama dengan mengahadapi binatang buas. Namun, usahanya menuai kegagalan. Lalu mereka menganggap hal tersebut adalah ruh nenek moyang. Lalu, untuk menjinakkannya, mereka menggunakan cara lain yakni dengan menggunakan mantra atau sesaji.
M. Quraish Shihab menguutip dari kitab suci bahwa Agama dan kepercayaan turut mempertahankan eksistensi makhluk halus dengan melalui teks-teks keagamaan yang sekaligus menjadi informasi dan tuntunan agama. Misalnya Islam, kehadiran nabi Musa yang menyebarkan agama Tauhid masih kalah dengan dengan Ajaran Musa Samiri. Agama kristen tidak asing dari kepercayaan tentang adanya makhluk halus yang mengganggu manusia. sekian banyk orang yang kemasukan ruh ruh halus yang jahat disembuhkan oleh Isa as. (Lukas 8: 26, Markus 5). Dalam injil Lukas; 4, secara jela diuraikan bahw aiblis pernahmenggoda dan menguji Isa as. Dengan menunukkan dalam sekejap kerajaan dunia kalau beliau bersedia menyembah iblis.
Islam memposisikan Ghaib sebagai sesuatu yang harus di Imani kebaradaanya. Mendefinisikan Makhluk Halus ialah segala sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra, baik karena kurangnya kemampuan maupun oleh sebab-sebab lainnya. M. Quraish Shihab membagi ghaib menjadi dua yakni Ghaib Relatif dan Ghaib Muthlaq. Ghaib Relatif  yakni Ghaib yang tidak diketahui oleh seseorang, namun diketahui oleh orang lain. Kematian merupakan hal ghoib tetapi tidak menjadi Ghaib bagi yang pernah mengalaminya. Puncak ghaib yakni Ghaib Muthlaq jangankan di dunia, samapai akhiratpun kita tidak mengetahui hakikat-Nya, bahkan melihat dengan mata kepalapun tidak terjangkau. Ghaib Muthlaq level kedua yakni “hari kiamat”. Allah telah menggariskan tidak ada yang tahu kecuali Allah sendiri perihal datangnya atau terjadinya kejadian akbar tersebut. Pembahasan mengenai Ghaib salah satunya Jin hanya sekelumit saja. Itupun juga atas tuntunan wahyu yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
Masyarakat Jahiliyah sebenarnya sudah akrab dengan Jin. Al-Qur’an mengabadikan dalam QS. Saba: 41 “sebagian mereka menyembah Jin”. Tidak heran jika mereka meminta bantuan atau perlindungan kepada Jin. Konon, mereka melakukan hubungan pernikahan antara Jin dan manusia. Mereka bekerja sama untuk membuat syair syair, namun saat al-Qur’an turun, tidak ada dari mereka yang mempu menandingi.(lihat. QS. al-Isra’ :88)
Dalam al-Qur’an setidaknya ada lima kata yang sering digunakan untuk menunjuk makhlus halus dari jenis Jin, yaitu: Jin (جنّ), Jan (جانّ), Jinnah ( جنّه), Iblis (ابليس), dan Syaithan (شيطان).
Jin dalam kamus besar bahasa Indonesia berartikan Makhluk Halus (yang dianggap berakal). Kata Jinn terdiri dari tiga kata: jim (ج), Nun (ن), dan Nun (ن). Menurut pakar-pakar bahasa, semua kata yang terdiri dari rangkaian ketiga huruf tersebut mengandung makna Ketersembunyian atau ketertutupan. Beberapa redaksi al-Qur’an surah al-An’am: 76
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِي
Artinya: “Ketika malam telah menutupinya, dia (Ibrahim as) melihat bintang.”
Orang gila dinamakan Majnun (مجنون) artinya tertutup akalnya. Bayi yang ada dalam kandungan dinamakan Janin. Al-Junnah (الجنّة) yakni “perisai” yangberfungsi untuk menutupi diri atau melindungi diri dari gangguan orang lain baik bersifat fisik ataupun non fisik. Surga dinamakan jannah karena hingga kini masih tersembunyi. Kalbu manusia dinamai (جنان) karena ia da isi hati tertutup dari pandangan seta pengetahuan. Tiada yang mengetahui isi hati seseorang kecuali isi hati seseorang kecuali Allah, dan karena itu pula ruh dinamai Janan, Kubur, orang mati, kafan semua dapat dilukiskan dengan kata janan karena ketertutupan dan ketersembunyiannya yang selalu berkaitan dengannya. Tetapi, makna ketertutupan dan ketersembunyiannya, serta samapai mana batasnya?
Makna terminologis Jin terdapat ragam perbedaan. Pertama, Ibnu Sina memandang bahwa Jin adalah binatang yang bersifat bentuk. ar-Razi menukil pendapatnya kemudian menilai ulang bahwa ibnu Sina hanya sebatas bahasa namun, Ibnu Sina tetap memandangbahwa Jin mempunyai di dunia maya.
Kedua, Ahmad Khan pemikir India misalnya memahami Jin sebagai jenis manusia yang belum berperadaban. Menurutnya al-Qur’an menyebutkan kata Jin sebanyak lima kali dalam konteks bantahan terhadap kaum musrikin Arab. Ayat-ayat tersebut menurutnya tidak dapat dijadikan bukti tentanga danya makhluk yang bernama Jin seperti pada umumnya kaum muslimin. Ayat-ayat selain dari  kelima ayat yang dalam konteks bantahan itu adalah manusia-manusia liar yang hidup dihutan atau tempat-tempat terpencil di pegunungan.
Ketiga, Muhammad Farid Wajdi menyatakan Jin adalah Makhluk yang bersifat hawa (udara) atau api, berakal, dapat berbentuk dengan berbagai bentuk dan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan pekerjaan berat. Keempat, Sayyid Sabiq, Jin yakni sejenis ruh berakal, berkehendak Mukallaf (dibebani tugas keagamaan oleh Allah, seperti halnya manusia, lihat QS. Adz-Zariat: 56) tetapi tidak berbentuk materi, yakni luput dari jangkauan Indra, atau tidak dapat terlihat sebagaimana keadaannya yang sebenar-benarnya atau bentuknya yang sesungguhnya dan mereka mempunyai kemampuan untuk tampil dalam bentuk.
Kelima. Aisyah Bintu Syati’ mengatakan Jin adalah makhluk yang mencakup semua jenis makhluk yang hidup di alam-alam yang tidak terlihat atau tidak terjangkau dan yang berada di luar batas alam tempat manusia hidup serta tidak terikat oleh hukum-hukum alam, sehingga tidak menutup kemungkinan UFO (Unidentified Fliying Objeck) juga termasuk Jin. Muhammad Abduh menguatkan bahwa Jin yaitu berupa virus-virus dan kuman penyakit.
Keenam, Memahmi jin sebagai potensi negatif manusia. menurut penganut paam ini, malaikat adalah sebagai potensi positif manusia yang menggerakkan manusia ke arah kebaikan, sedangkan jin atau setan adalah sebaliknya.
M. Quraish Shihab tidak banyak komentar dengan definisi-definisi Jin, sebab bahwasannya manusia mempunyai keterbatasan sebagaimana dalam QS. al-Isra’: 85.
...... وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا (85)
Artinya: ..... dan Tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.
Pengetahuan sedikit yakni dianugerahkan Allah melalui wahyu. Dalam konteks ayat tersebut adalah pengetauan “ruh “ yang Ghaib. Begitupula dengan Jin yang tidak nampak. Salah satu mengetahui yakni melalui media Wahyu “al-Qur’an ataupun Hadits. Ayat-ayat fondasi tentang jin termaktub dalam QS. al-Hijr ayat 26-27 dan QS. Ar-Rahman; 15:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (26) وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ (27)
Artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia (adam) dari tanah liat yang kering (yang berasal) darilumpur hitam yang diberi bentuk. Dan kami telah menciptakan Jann sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ (15)
Artinya: Allah Menciptakan Jan dari Nyala Api.
Lafadz Jan pada kedua ayat menurut M. Quraish Shihab sepakat dengan al-Jauhari bermaksud sekolompok Jin. Ini dikukuhkan oleh kebiasaan al-Qur’an memperhadapkan kata Ins yang berarti sekumpulan manusia dengan Jan seperti firman-Nya: “pada waktu itu (hari kiamat) ins (manusia) dan jan  tidak ditanya tentang dosanya (karena mereka masing-masing  telah menyadarinya) QS. Ar-RAhman: 39).
Ciri-ciri Jin berbeda dengan manusia, Pertama dia melihat manusia dan manusia tidak dapat melihatnya “sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang tidak bias melihat mereka (QS. Al-A’raf; 12)” Kedua, Makhluk ini dapat hidup di planet bumi “turunlahkamu menjadi musuh bagi yang lain, dan kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman dibumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan. (QS. Al-Baqarah: 36) Ketiga, Jin mempunyai  kemampuan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berat, seperti yang mereka lakukan untuk nabi Sulaiman: “Dan Sebagian dari Jinada yang bekerja dihadapannya (di bawah kekuasaan Sulaiman) dengan Izin Tuhannya” (QS. Saba’: 12).
Keempat: Jin mempunyai kemampuan menjelajah keluar planet bumiberdasarkan ucapan mereka yang dibenarkan dan diabadikan dalam al-Qur’an “dan kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Sesungguhnya, kami dahulu dapat duduk di beberapa tempat di langit itu untuk mendenga-dengarkan (beritanya). Tetapi, sekarag siapa yang (mencoba) mendengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). QS. Al-Jin 8-9. Ketujuh: ketidak mampuan dalam hal mengetahui yang ghaib. Ketidak mampuan ini di abadikan dalam al-Qur’an, “Maka tatkala kami telah menetapkan kematian sulaiman, tidk ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan Tongkatnya. Maka tatkala itu telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan (QS. Saba: 14).
Kelima: tidak semua dari mereka jahat atau membangkang perintah Allah “Sesungguhnya, diantara kami ada yang saleh dan diantara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (QS. Al-Jinn: 13). Jin Jahat diberi Izin untuk menggoda manusia yang imannya lemah. Disisi lain, ada golongan Jin yang mempu memahami al-Qur’an sebaigamana yang termaktub dalam Qs. Al-Jinn ayat: 1-2:
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا (1) يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا (2)
Artinya: Mereka berkata sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’an yang menakjubkan (yang ) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepada-Nya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami. (Qs. Al-Jin -12)
Makhluk Jin layaknya ciptaan-Nya mempunyai jenis. Seperti doa ketika masuk kamar kecik/MCK
اللهمّ اني اعوديك من الخيت والخبائت

Artinya: “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari ganguan al-Khubuts dan al-Khaba’its”
Menurut pakar Hadits, Ibn Hajar al-Khubutsi adalah bentuk jamak dari khabits, yakni jin lelaki dan al-Khba’its adalah bentuk jamak dari al-Khabitsah, yakni Jin perempuan. Hadits lain yang menjelaskan mengenai jenis-jenis makhluk ini yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh Imam as-Syuyuti dalam ial-Ajmi’ ash-Shoghir begitu pula al-Hakim:
الجنّ تلاتة الصناف: صنف لهم اجنحة يطيرون في الهوا ء و صنف حيّاا و كلاب و صفن سحلّون و يظعنون
 Artinya: Jin ada tiga macam. Ada yang memiliki sayap terbang di udara, ada yang berupa ular dan anjing, serta ada juga yang bermukim dan berpindah pindah.
M. Quraish Shihab menemukan penilaian bahwa ada salah satu perowi dalam hadits yang dinilai lemah. KAlaulah riwayat-riwayat ini Shahih, boleh jadi jenis jin yang bermukim dan berpindah pindah adalah kuman-kuman penyakit, sedang yang memiliki sayap anatara lain adalah makhluk luar angkasa, sebagaimana pendapat ulama kontemporer. Namun, itu dalah sebagian jenis jin yang diciptakan Allah.
Ada dua jenis Jin yakni Jin baik dan Jin Buruk. Deskripsi Jin Buruk (jahat) lebih gamblang karena Jin jenis ini bertekat untuk menggoda memusuhi manusia hingga akhir zaman. Terbukti bahwa Jin dari segolongan Iblis yang tidak mau bersujud dalam artian menghormati ciptaan Allah “Adam”. Golongan ini memandang dirinya lebih daripada “Adam” yang diciptakan dari Tanah.
Tempat bersemayam Jin telah dikemukakan yakni di Toilet, oleh karena Rasul SAW mengajak umatnya berdoa ketika hendak memasuki toilet. Perihal ni, Ibnu Taimiyah menambahkan habitat Jin berada di Pegunungan, Lautan, pasar, dan  atap-atap rumah.  Bahkan ada potongan Hdits “singgasana iblis berada di atas laut” hadits ini ada yang memahminya dengan segita Bermuda atau samudra setan yag berada di Atlantik.Namun, memahami hadits tidak tidak semudah itu dan banyak ulama yang berbeda pendapat dalam menafsirkan ini.
Waktu berkeliarannya Jin menjelang matahari terbenam dan pada waktu-waktu gelap “Pada awal malam atau pada saat kalian memasuki waktu petang, lindungilH  anak-anak kalian karena setan berkeliaran saat itu. Apabila awal malam telah berlalu, biarkan mereka menutup pintu, serta sebutlah nama Allah karena setan tidak mampu membuka pintu yagtertutup (jika disebut nama Alah ketika menutupnya). Kata para Ulama, kegelapan sangat membantu setan dalam menghimpun kekuatannya dan segala macam yang mengsankan kegelapan, dapat membantunya, dan karena itu dalam hadits yang diriwayatkan pakar hadits , Muslim, dinyatakan bahwa الكلب الاسود شيطان  anjing hitam adalah Syaithan.
Ada peranyaan mengapa manusia tidak dapat melihat Jin? Manusia bisa melihat Jin. Ada dua jawaban dalam menjawab soal ini. Pertama. Jin hanya dapat dilihat oleh Rasul dan Nabi. Beberapa ulama berpendapat pasca wafatnya rasul terakhir,  keberadaan Jin sebagai makhluk halus diubah menjadi kasar sehingga  dapat dilihat oleh siapapun. Menurut M. Quraish Shihab, pendapat ini terkesan dibuat-buat. M. Quraish lebih condok pada pendapat Kedua yang menjelaskan bahwa Jin dapatdilihat oleh manusia jika jin berubah dengan mengambil bentuk makhluk yang dapat dilihat oleh manusia. pendapatini tidak membatasi kemungkinan mereka dapat dilihat oleh para nabi atau pada masa kenabian, tetapi kapan, dimana, dan siapa pun, bila kondisi memungkinkannya.
Jin sebagai makhluk yang bertanggung jawab, juga mendapat tugas-tugas keagamaan dari Allah swt. (Mukallaf). Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Adz-ZAriayat ayat: 56 “aku tdak menciptakan Jin dan manusia untuk menyembah-Ku (menjadikan segala aktifitas mereka  berakhir sebagai ibadah”.Ibnu TAimiyah menegeskan bahwa Jin mendapat tugas dari Allah  dalam hal Ushul (prinsip-prinsip ajaran agama, seperti keesaan Allah, hari kiamat, kitab-kitab dan pengetahuan keimanan lainnya) dan juga mereka berkewajiban melaksanakan Furu’ (perincian agama) namun, tidak  sedetail perintah agama agama kepada manusia.  Bahkan Ulama, lain ada mengatakan banwa para Jin pun mengenal agama-agama dan aliran-aliran sebagaimana manusia.
KESIMPULAN
Pengetahuan Jin merupakan ranah keimanan ketika dirasionalkan terutama mengenai hakikatnya wajar menjadi perdebatan. Terutama bentuk dan definisinya, Quraish Shihab dalam memandang Jin mengandalkan dua sumber yakni al-Qur’an dan HAdits. Sehingga Quraish Shihab memberikan Kritik terhadap makna Jin yang dipahami sebagai Makhluk halus yang difisikkan.  M. Quraish Shihab tetap mengegaskan bahwa Jin adalah makhluk  halus yang berbeda dengan manusia yang tidak dapat dilihat kecuali menjadi bentuk-bentuk tertentu. Tentunya, Jin merupakan wujud yang harus tetap diimani keberadaannya.
 DAFTAR RUJUKAN
Shihab, M. Quraish.2013. Yang Halus dan Tak Terlihat: Jin dalam al-Qur’an, Tangerang: Lentera Hati.
________________.2011.Tafsir al-Msbah: Kesan, Pesan, dan keserasian al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati

JURNA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar