Rabu, 10 Januari 2018

Arthur Jeffrey



 Latar Belakang Masalah
Islam adalah satu Objek kajian baru bagi ilmuan barat. Sebut saja kaum orientalis. Mereka selalu mencari celah-celah kelemahan sisi Islam dari bergai sudut pandang. Fokus para orientalis mayoritas adalah sumber hukum Islam itu sendiri. Al-Qur’an maupun Hadits dianggap tidak otentik lagi. Ada yang mengatakan al-Qur’an adalah hasil karya nabi Muhammad. Hadits merupakan karya sahabat serta orientalis meganggap budaya-budaya islam merupakan revolusi dari budaya agama-agama sebelumnya.
Arthur Jeffry bekerjasama dengan orientalis lain untuk mendukung misinya membuat al—Qur’an Tandingan”Al-Qur’an Edisi Kritis”.  Mereka sarjana barat yang berani mengritik al-Qur’an dengan sangat gamlang. Namun usaha mereka gagal sebab segala naskah yang dibuat serta refrensi-refrensinya  hangus pada masa perang dunia II. 
Dua permasalahan tersebut sangat bagus  untuk diangkat dalam sebuah topik pembahasan makalah ini. Sehingga pada akhirnya bisa membuktikan bahwasannya para Oriental memang benar-benar ingin membunuh Islam dan menunjukkan sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi mereka.

Biografi
Arthur Jeffrey dilahirkan pada tahun 1892 di Melbourne, Australia. Meninggal 2 Augustus 1959 di Selatan Milford. Arthur Jeffrey adalah seorang profesor di bidang semiotika bahasa di Universitas Columbia.  Pada tahun 1923, Jeffrey menikahi Elsie Gordoen Walker, seorang sekretaris ketua di Universitas Amerika di Kairo.
Arthur Jeffrey belajar di Universitas Melbourn, Australia dan mendapat gelar BA pada tahun 1918, serta gelar MA pada tahun 1920. Awal karir Arthur Jeffrey di Kairo dimulai pada tahun 1921 sebagai profesor di Sekolah Studi Oriental (S.O.S ‘Scholl of Oriental Studies’) di American University di Kairo. Awalnya, S.O.S adalah hanya berupa pusat pengembangan studi bahasa yang merupakan misi Amerika sebagai lembaga atau  institusi non akademik yang berfungsi untuk melatih calon misionaris di Mesir.
Arthur Jeffrey adalah seorang tokoh orientalis yang sangat berambisi dalam mempelajari Islam. Namun ia lebih intensif dalam mempelajari al-Qur’an dan Nabi Muhammad. Ia telah berhasil melahirkan beberapa karya tulis mengenai al-Qur’an dan Muhammad. Di antara karyanya, pertama yaitu,  Materials for the History of the Text of the Qur'an yang diterbitkan di Leiden pada tahun 1937. Kedua,  The Foreign Vocabulary Of The Qur'an, diterbitkan oleh Oriental Institute Baroda, India pada tahun 1938. Kedua karya ini didasarkan pada Desertasinya, hasil penelitiannya ketika menempuh Doktoral. Selain itu ada banyak karya yang ia tulis selama hidupnya,diantaranya  Was Muhammad a Prophet From His Infancy?, The Textual History of the Qur'an. The Quest of the Historical Muhammad, The Orthography Of The Samarqand Codex, The Mystic Letters Of The Koran, A Variant Text of the Fatiha, Islam: Muhammad and His Religion, The Mystic Letters Of The Koran, dan The Textual History of the Qur'an
Tahun 1926, Gotthelf Bergstrasser di Konigsberg telah menyelesaikan Die Gechichte des Qoran teks (sejaarah Teks al-Qur’an), yang merupakan bagian dari edisi ketiga Geschichte des Qur’an yang diprakarsai Noldeke. Menyadari kerja Bergstrasser sesuai dengan apa yang sedang diusahakannya, maka Jeffry bertemu Bergstrasser pertama kali di Munich pada tahun 1927 untuk menggalang persamaan visi, misi dan aksi. Selanjutnya, mereka menghimpun segala materi yang bermanfaat untuk menjelaskan secara komprehensif mengenai teks al-Qur’an. Mereka membagi tugas. Jeffry akan meneruskan usahanya menghimpun berbagai varian dan mempersiapkan edisi teks, sedangkan  Bergstrasser akan mendokumentasiakn berbagai macam foto menuskrip-manuskrip al-Qur’an tertua yang tertulis dengan khat Khufi.[1]
Namun, demikian ambisi Jeffry, Bergstrasser dan Pretzl membuat proyek al-Qur’an edisi kritis, berkhir dengan tragis. Segala bahan yang telah mereka himpun di Munich mencapai 40.000 naskah, musnah terkena bom atom tentara sekutu pada perang dunia ke-2. Pretzl terbunuh dalam peperangan di luar Sebastopol pada tahun 1941.
Pemikiran Arthur Jeffry
Pemikiran A. Jeffry masih mempunyai kesamaan dengan tokoh Orientalis lain yakni membahas al-Qur’an. Menurutnya, tidak ada keistimewaan mengenai sejarah al-Qur’an. Sejarahnya sama sajadengan sejarah kitab-kitab suci yang lain. al-Qur’an menjadi teks standart dan dianggap suci, padahal sebenarnya ia telah melalui beberapa tahap. Dalam pandangan Jefffry, sebuah kitab itu dianggap suci karena tindakan masyarakat (the action of communitty). Tindakan komunitas masing-masing agama. Yang menjadikan sebuah kitab itu suci. Jeffry mengatakan: “Komunitaslah yang menentukan masalah ini suci atau tidak. Komunitaslah yang memilih dan mengumpulkan bersama. tulisan-tulisan tersebut untuk kegunaannya sendiri, yang mana komunitas merasa bahwa ia mendengar suara otoritas keagamaan yang otentik yang sah untuk pengalaman keagamaan yang khusus.[2]
Sikap-sikap awal kaum muslimin tersebut seperti itu paralel sekali dengan sikap masing-masing pusat-pusat utama gereja terdahulu yang menetapkan sendiri beragam variasi teks perjanjian baru. Teks Perjanjian Baru meiliki berbagai versi sepertit Teks Alexandria (Alexandria Text), Teks Netral (Neutral Text), teks Barat (Westrn text), dan teks Kaisarea (Caesarean text). Masing-masing teks tersebut memliki varian bacaan tersendiri. Singkatnya, al-Qur’an menurut Jeffry mempunyai varian-varian yang beragam, sama halnya dengan Perjanjian Baru.
Argumen Jeffry juga menyimpulkan bahwa Bahasa-bahasa yang termaktub dalam al-Qur’an dalam pandangannya bukanlah bahasa Arab saja, sebab dalam al-Qur’an terdapat kosa kata- kosa kata asing. Kosa kata tersebut dulunya dimiliki oleh agama-agama sebelumnya, sepertiYahudi dan Kristen. Kosa kata seperti Tabut, Taurat, Furqan, Mathani, Malakut berasaldari bahasa Ibrani.
Adnin Arnas dalam buku “Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an” mengatakan bahwa untuk memperkuat argumen tersebut di atas , seorang pendeta Kristen asal Iraq, Mingana, menulis sebuah esai yang intinya bahwa al-Qur’an dipengaruhi oleh 100%  pengaruh asing. Ethiopia mewakili 5%, Ibrani 10%, Bahasa Yunani-Romawi 10%, Persia 5%, dan Syiriak 70%. Pengaruh Syiriak kepada al-Qur’an ada enam hal, yaitu:
1.      Nama-nama diri, seperti Sulayman, Fir’aun, Ishaq,Ismail, Israil, Ya’qub, Nuh, Zakariyya, dan Maryam
2.      Istilah-istilah agama seperti Khahin, Masih, Qissis, Din, Safarah, Mithal, Furqan, Quds, Nafs, Ayah, Allah, Salla, Sama, Tajalla, Tuba, dan lain-lain.
3.      Kata kata umum, seperti Husban, Muhaimin, Nun, Tabara, Shani, Bariyyah, Aqna, Hanan, Abb, Misk, Maqalid, Istabraq dan lain-lain.
4.      Ortografi yang mengkhianati pengaruh Syiriak. Ortografi merupakan gambaran bunyi bahasa secara lisan berupa tulisan atau lambang (pelambangan bunyi)
5.      Konstruksi kalimat-kalimat seperti dalam beberapa ayat al-Qur’an.
6.      Referensi-referensi sejarah-sejarah asing seperti legenda  Alexander Agung, Majusi, Nasara, Hanif, dan Rum. (halaman 143)
Arthur Jeffry mengkritisi tentang proses pembukuan al-Qur’an. Jeffry menganggap, penghimpunan al-Qur’an pada masa Abu Bakar bukanlah revisi resmi, namun hanya sebagai koleksi pribadi. Hal ini disebabkan pada masa tersebut sudah beredar mushaf-mushaf primer lainnya.pengumpulan al-Qur’an  merupakan ide Abu Bakar, tetapi jika ini sebuah otoritas, pasti al-Qur’an tersebut keberbagai tempat, bukan untk pribadi.  Jeffry meragukan pengumpulan al-Qur’an dalam waktu yang singkat. Lalu mempertanyakan sebenarnya kapan terjadinya perang Yamamah.
Jeffry memfokuskan kajiannya pada Al-Qur’an dengan menerapkan Krisis-Sejarah. Ia berpendapat bahwa agama yang memiliki kitab suci akan memiliki masalah dalam sejarah teks (tekstual historis).  Ini disebabkan karena tidak ada satupun autobiografi dari naskah dulu yang masih ada. Saat ini masing-masing pemeluk agama memiliki naskah-naskah yang telah turun-temurun yang paling tidak telah berubah di berbagai komunitas masyarakat. Jadi, tidak ada satu naskahpun yang tidak berubah. Manuskrip-manuskrip awal al-Qur’an, misalnya, tidak memiliki titik dan baris, serta ditulis dengan khat Kufi yang sangat berbeda dengan tulisan yang saat ini digunakan. Jadi, menurut Jeffry, modernisasi tulisan dan ortografi,  yang melengkapi teks dengan tanda titik dan baris,sekalipun memiliki tujuan yang baik, namun itu telah merusak teks asli. Teks yang baik,namun merusak teks asli. Teks yang  diterima (textus receptus) saat ini, bukan fax dari al-Qur’an yang pertama kali. Namun, ia adalah teks yang merupakan hasil dari berbagai proses perubahan ketika periwayatannya berlangsung dari generasi ke generasi di dalam komunitas.[3]
Desababkan kritik teks belum dilakukan kepada al-Qur’an sebagaimana yang sudah diterapkan kepada bibel, maka Jeffry berpendapat belum ada satupun dari para Mufassir Muslim yang menafsirkan al-Qur’an secara kritis. Ia mengharapkan agar tafsir kritis terhadap teks al-Qur’an bisa diwujudkan. Caranya mengaplikasikan metode kritis ilmiyah. Jeffry menyatakan: “Apa yang dibutuhkan, bagaimana pun, adalah tafsir kritis yang telah dilakukan oleh orientalis modern sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis modern untuk tafsir al-Qur’an”.[4]
Pada awalnya Jeffry berfikir bahwa hal pertama yang dilakukan adalah menafsirkan al-Qur’an edisi Kritis dengan menjadikan tafsiran-tafsiran kedalam sebuah kamus. Namun, kajian ini menurutnya tidak membawakan hasil sebab kamus ini akan hanya menjadi kamus standar. Padahal,  al-Qur’an mempunyai ragam bacaan yang sangat banyak.
Mengulangipendapat Noldeke dan Goldziher, Jeffry menyatakan”
dihadapkan dengan teks konsonantal yang gundul qori’ pasti harus menafsirkannya. Ia harus menentukan apakah pasti sebuah sin tertentu itu Shin atau sin, sad atau dad, qafdan lain sebagainya; dan ketika ia telah menetapkan itu, ia selanjutnya menentukan apakah membaca-membaca merupakan kata kerja aktif atau pasif, apakah memperlakukan sebuah tertentu sebagai kata kerja atau kata benda, karena ia mungkin keduanya dan sebagainya”.[5]
Mengubah fokus kajiannya, Jeffry mulai meneliti Tekstual al-Qur’an. Ia menghimpun berbagai variasi teks yang diperoleh dari berbagai sumber. Seperti dari buku-buku tafsir, hadits, kamus, qira’ah, karya filologis dan manuskrip. Dengan ambisisus ia ingin merealisasikan gagasan dengan dua hal. Pertama, ia mengoleksi hadits-hadits mengenai teks al-Qur’an. Kedua, ia menghimpun sekaligus menyusun segala informasi yang tersebar di dalam seluruh literatur Arab, yang berkaitan dengan varian bacaan (Varian readings) baik resmi atau tidak resmi.[6]
Arthur Jeffry menyumbangkan argumen tentang kajian Mashahif yang telah dilakukan oleh sarjana muslim. Jeffry melakukan penyuntingan al-Mashahif  berdasarkan sumber manuskrip-manuskrip. Dari hasil revisi dan penelitian terhadap mushaf-mushaf, ia kemusian menglasifikasikan manuskrip-manuskrip lama ke dalam dua kategori yakni mushaf primer dan mushaf skunder. Mushaf Primer adalah  mushaf-mushaf independen yang dikumpulkan secara individual oleh sahabat nabi. Mushaf primer tersebut adalah: Mushaf Salim ibnu Ma’il, Mushaf Umar ibnu Khattab, Mushaf Uby bin Ka’ab, Mushaaf Ibnu Ma’ud, Mushaf Ali bin Abi Thalib, Mushab Abu Musa al-Asy’ari, Mushaf Hafshah binti Umar, Mushaf Zayd bin Tsabit, Mushaf Aisyah binti Abu Bakar, Mushaf Ummu Salamah, Mushaf Abdullah bin Amr, Mushaf Ibnu Abbas, Mushaf Ibnu al-Zubayr, Mushaf Ubayd ibnu ‘Umair, Mushaf Anas ibnu Malik.
Jeffry mengomentari dan mendukung pendapat Ibnu Mas’ud. Sebab,Abdullah Ibnu Mas’ud  telah mengeluarkan al-Fatihah dari al-Qur’an. Al-Fatihah baginya bukanlah bagian daripada al-Qur’an, itu hanyalah do’a yang diletakkan di depan dan dibaca sebelum membaca al-Qur’an. Jeffry pernah menerima sebuah buku Fiqh kecil anonim yang boleh untuk digandakan. Didalam buku fiqh tersebut terdapat bacaan surah al-Fatihah yang berbeda dengan apa yang diterima sebelumnya.  Lafadz sebagai berikut:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ سَيِّدِ الْعَالَمِيْنَ
اَلرَّزَّاقِ الرَّحِيْمِ
مَلَكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
إِنَّ لَكَ نَعْبُدُ وَ إِنَّ لَكَ نَسْتَعِيْنُ
أَرْشِدْنَا سَبِيْلَ الْمُسْتَقِيْمِ
سَبِيْلَ الَّذِيْنَ مَنَنْتَ عَلَيْهِمْ
سِوَي الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ. وَ غَيْرَ الضَّالِّيْنَ[7] 
Jeffry juga sependapat dengan Ibnu Mas’ud tentang tidak adanya surat al-Falaq dan an-Nass dalam al-Qur’an. Tidak diketahui secara jelas kenapa Jeffry mendukung pendapat Ibnu Mas’ud tentang hal ini. Jelasnya, apabila kedua surah itu bukan bagian dari al-Qur’an maka, pasti banyak riwayah-riwayah hadits yang menjelaskan kebenaran fakta tersebut. Selain itu, murit-murit Ibnu Mas’ud seperti Alqama, al-Aswad, Masruq, al-Sulami, Abu Wa’il, al-Shaibani, al-Hamadani, dan Zirr meriwayatkan al-Qur’an dari Ibnu Mas’ud secara keseluruhan terdiri dari 114 surah.
Satu Mushaf yang membuat Jeffy bingung adalah Mushaf Ali bin Abi Tholib. Ada yang mengatakan bahwa mushaf ali tersusun secara kronologis, adapula yang mengatakan bahwa surah-surah dalam mushaf Ali tersusun dalam tujuh kelompok. Selain itu jika mushaf Utsmani meragukan akan keberadaan Mushaf Utsmani maka pasti Ali melakukan suatu kritikan. Akan tetapi pada saat Ali bin Abi Tholib menjabat sebagai khalifah, tidak ada kebijakan untuk merevisi al-Qur’an yang telah terkodifikasi pada masa Utsman.  Bahkan pada saat Muawiyah mengangkat al-Qur’an dalam perang Siffin, para pengikut Ali tidak meragukan al-Qur’an tersebut. 
Sementara Mushaf Sekunder,  adalah mushaf yang ditulis oleh generasi selanjutnya yang sangat bergantung pada mushaf primer serta mencerminkan tradisi bacaan kota-kota besar islam. Sebagian Mushaf ini muncul dikalangan generasi keduaislam, setelah adanya upaya pengumpulan al-Qur’an yang dilakukan pada khalifah ketiga. Mushaf-mushaf sekunder tersebut adalah Mushaf Alqama ibnu Qais, Mushaf al-Rabi’ ibnu Khutsaim, Mushaf al-Harits ibnu Suwaid, Mushaf al-Aswad ibnu Yazid, Mushaf Hiththan, Mushaf Thalhah ibnu Musharrif, Mushaf al-A’masy, Mushaf Sa’id bin Jubayr, Mushaf Mujahid, Mushaf Ikrimah, Mushaf Atha’ ibnu Abi Rabah, Mushaf Shalih bin Kaisan, Mushaf Ja’far Shadiq.
Dari kelemahan dari sisi sejarah dan isi al-Qur’an, maka Jeffry benar-benar yakin untuk membuat al-Qur’an Edisi Kritis. Ia ingin membuat al-Qur’an edisi baru dengan menurut pemahaman Jeffry secara Komprehensif.
Dalam pemikiran Jeffry, Format al-Qur’an edisi Kritis tersebut memiliki empat jilid. Jilid pertama, mencetetak teks Hafs yang diklaim sebagai textus receptus. Teks tersebut akan direkonstruksi menurut sumber-sumber terlama, yang berkaitan dengan tradisi Hafs. Teks tersebutakan dicetak menurut ayat flugel. Referensi yang relevan akan dicantumkan di pinggir halaman tersebut secara apparatus critikus pada catatan kaki setiap halaman. Segala varian bacaan dari buku-buku tafsir, kamus, hadits, teologis, dan filologis, dan bahkan dari buku-buku adab, akan dihimpun. Setelah itu, diberi berbagai simbol, yang menunjukkan nama-nama Qurra’ yang dikutip lebih dahulu atau lebih belakangan dibanding Qira’ah Sab’ah. Sekalipun, apparatus critikus tidak dapat diharapkan akan sempurna karena terlalu berseraknya varian bacaan, namun semua sumber-sumber yang lebih penting yang tersedia akan dimanfaatkan.Jilid kedua akan diisi dengan pengenalan (Introduction), untuk para pembaca bahasa Inggris. Edisi ini dalam bahasa Jerman sudah tersedia dalam edisi kedua karya Noldeke Geschichte des Qorans. Jilid ketiga akan dilengkapi dengan anotasi-anotasi, yang pada dasarnya merupakan komentar terhadap Apparatus Criticus. Berbagai varian bacaan tersebut perlu dijelaskan secara mendalam. Penjelasan tersebut mencakup asal mula, derivasi, dan pentingnya Qira’ah. Ini akan bermanfaat jika terjadi perdebatan mengenai sebuah bacaan. para sarjana akan mendapat informasi tambahan sehingga sehingga bisa menilai. Jilid ke-empat, berisi kamus al-Qur’an. Jeffry membayangkan Kamus al-Qur’an tersebut seperi Kamus Perjanjian Baru Milligan-Moulton. Kamus yang belum pernah dibuat oleh para mufassir Muslim, Kamus al-Qur’an tersebut akan memuat makna asal dari kosa-kata di dalamal-Qur’an.
Kritik terhadap Arthur Jeffry
Jeffry mengomentari al-Qur’an pada sahabat terlebih secara tidak langsung meragukan akan kebijakan Abu Bakar dalam hal Penghimpunan al-Qur’an. Namun, ada bebera alasan untuk menumbangkan argumen tersebut, diantarana:
a.       Menolak  kompilasi Abu Bakr dengan alasan terdapat perbedaan pendapat mengenai kapan sebenarnya perang Yamamah berkecambuk tidak tepat. Menurut al-Tabari, perang Yamamah terjadi pada tahun 11 H. Menurut Ibnu Qani’, pada akhir tahun 11 H. Ibnu Hazm mengungkapkan terjadinya Yamamah pada 7 bulan dan 6 hari setelah pelantikan Abu Bakr menjadi Kahalifah. Ibnu Katsir berpendapat bahwa perang bermula pada tahun 11 H dan berakhir pad tahun 12 H. Jadi, terdapat waktu paling sedikit beberapa bulan  untuk menghimpun al-Qur’an. Bukan rekayasa jika terjadi pembukuan al-Qur’an pada masa Abu Bakr.
b.      Apabila diduga tidak ada yang menghafal keseluruhan al-Qur’an sebab tersebarnya tulisan-tulisan yang berimplikasi pada tulisan. pernyataan itu tidaklah tepat. Sebab, pada masa rasul al-Qur’an dipelihara dengan cara menghafal dan ditulis. Selain itu, tulisan yang tersebar bukan bermakna akan menyebabkan terjadi variasi yang sedemikian banyak. Inikarena Rasulullah SAW menyuruh berhati-hati untuk menulis al-Qur’an.
c.       Abu Bakar menyerahkan Suhuf tersebut kepada Umar pengganti khalifah. Ini menunjukkan bahwa mushaf tersebut bukanlah pribadi. Uamr menyerahkannya kepada Hafsah karena kekhalifahan pada saat itu belum terbentuk. Umar terlebih dahulu meninggal karena dibunuh. Mungkin Umar menyerahkannya kepadahafsah berbanding Abdullah bin Umar besa kemungkinan karena Hafsah adalah  Istri Rasulullah SAW. Dan fakta ini justru lebih tepat untuk ditafsirkan bahwa mushaf tersebut bukalah kepunyaan keluarga Umar.
d.      Mushaf yang dihimpun oleh Abu Bakar memang belum mengikat. Ini disebabkan motivasi menghimpun mushaf tersebut karena Para Qurra’banyak yang meninggal, bukan tajamnya perbedan Qira’ah sebagaimana kelak terjado pada zaman Uthman.
e.       Ketika Uthman menyuruh menghimpun al-Qur’an, Uthman menggunakan mushaf yang ditangan Hafshah. Ini menunjukkan Abu Bakar memang Mengompilasikan al-Qur’an. Adapun, bahwa Mushaf yang ditangan Hafshah tidak sepenuhnya mewakilial-Qur’an bukanlah isu penting bagi kaum muslimin. Sebabnya kaum muslimin meyakini kebenaran yaang ada pad Mushaf Uthmani bukan Mushaf Abu Bakar.
Tuduhan Jeffry tentang bahasa al-Qur’an tentang ketidak murnian al-Qur’an dari Bahasa Arab direspon ulama muslim. Argumen tersebut jelas terlihat kontra, sebab al-Qur’an sendiri djelaskan dalam ayat-Nya “sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an itu dengan berbahasa Arab, agar kamu saling memahaminya”. Namun pendapat Orientalis itu ada benarnya juga.  Al-Qur’an memang banyak mengadopsi dari bahasa Asing, namun kosa kata tersebut sudah terarapkan. Selain itu, terjemahan dari kosa katatersebut tidak harus sera merta sama dengan makna aslinya. Ini disebabkan islam memberikan makna baru. Salah satu tujuan Islam adalah meluruskan dari ajaran Jahiliyyah yang salah, Agama Yahudi dan Kristen. Islam mengisi makna ajaran yang baru. Oleh karena itu,bahasa Arab al-Qur’an adalah bahasa yang menjadi bahasa Arab dalam bentuk baru.
Perihal keberadaan surah al-Fatihah yang dianggap sebagai doa itu merupakan pendapat salah. Yang pertama, ia beralasan bahwa buku tersebut hilang. Sehingga menurut penulis, hal ini akan menjadi dasar dia untuk membangun alasan selanjutnya, yaitu tidak sempat mengetahui nama pengarangnya. Namun, kalaupun keberadaan kitab tersebut ada, anehnya, Jeffrey terlalu cepat meyakininya, padahal dari awal ia sudah mengatakan bahwa kitab tersebut adalah buku kecil fiqih. Aneh sekali kalau untuk mengklaim sebuah tulisan yang keaslian atau kepalsuan al-Fatihah hanya melalui buku kecil.
Adapun mengenai perbedaan lafal yang ada dalam kedua varian al-Fatihah yang tertulis dalam kedua buku yang dimiliki oleh Jeffrey, dan kemudian Jeffrey melakukan komparasi dengan bacaan-bacaan yang sahih dan diterima serta melakukan perbandingan selanjutnya dengan al-Qur’an mushaf ‘Usmani.  Malah meyakinkan penulis, bahwa apa yang ada dalam kedua buku tersebut hanyalah bentuk do’a yang dibubuhi oleh penulis ketika itu, bukan bentuk bacaan al-Fatihah.
Secara logika juga, al-Fatihah yang sudah ada sekarang tidak mungkin masih dibumbui dengan kesalahan dan kepalsuan. Apalagi al-Fatihah sudah dilafalkan minimal 17 kali dalam sehari ketika solat. Jadi tidak mungkin hal sepenting surat al-Fatihah begitu mudahnya bagi ‘Usman untuk mencantumkannya dalam al-Qur’an jika memang bukan bagian dari al-Qur’an. Selain itu, Jeffrey mungkin tidak tahu kalau ‘Usman ketika membukukan al-Qur’an juga tidak sendirian, namun dilakukan oleh beberapa sahabat pilihan ketika itu. Dan bahkan dari berbagai kalangan suku pada saat itu
Pendapat para Orientalis yang menyatakan perbedaan qiraah disebabkan aksara gundul dalam teks Mushaf Uthmani tidaklah tepat. Ilmu Qiraah berasal dari Rasullah SAW sendiri, sunnah menyatakan cara membaca setiap ayat. Al-Qur’an diwahyukan secara lisan dan diungkapkan secara lisan Rasulullah SAW secara simultan menyediakan teks sekaligus cara baca kepada Masyarakat. Keduanya tidak dapat dipisahkan.
Umar bin Khatab dan Hisyam Ibnu Hakim suatu saat berbeda didalam qiraah al-Furqan. Umar yang telah mempelajari ayat tersebut langsung dari Rasulullah SAW, bertanya kepada Hisyam siaapa yang mengajarkannya. Hisyam menjawab; “Rasullah SAW”. Kemudian mereka pergi bertemu Rasullah SAW dan melaporkan permasalahan yang dihadapi. Ketika dua-duanya menyampaikan bacaaan masing-masing, Rasulullah mengatakan bahwa kedua-duanya adalah benar.
Jadi, qira’ah diwarisi dari Nabi. Tidak ada qiraah yang berasal dari ruang yang vakum atau hasil dari dugaan para invator. Ketika qiraah yang otoritatif lebih dari satu, sumber dari banyaknya qiraah  ini dapat ditelusuri ke Rasulullah SAW. Pada zaman para sahabat, sebuah buku muncul dengan judul banyaknya qira’ah. Ketika waktu berkembang, perbandingan qira’ah diantara para qurra’ terkenal dari berbaagai negeri dan berkulminasi di karya Ibnu Mujahid.
Sekiranya pendapat para Orientalis bahwa perbadaan qira’ah disebabkan tidak ada titik dan haraakat, maka mushaf Uthmani akan memuat mungkin Jutaan masalah qira’ah, namun ini tidak terjadi. Selain itu, argumentasi mereka juga salah karena para Qurra’ banyak sekali sepakat dengan qiraah dalam ortografi yang sama.[8]

DAFTAR PUSTAKA
Arnas, Armin.2005.Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an: Kajian Kritis. Gema Insani
http://arifnoah.blogspot.com/2012/04/pemikiran-arthur-jeffrey-tentang-al.html, diakses pada 31 Nopember 2014, pukul 19.00 WIB




















[1] Adnin Armas,Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 55
[2] Ibid,  hlm.82
[3] Ibid.  hlm. 51-52
[4] Ibid. hlm. 52
[5] Ibid, hlm. 110
[6] Ibid, hlm. 54
[7] http://arifnoah.blogspot.com/2012/04/pemikiran-arthur-jeffrey-tentang-al.html, diakses pada 31 Nopember 2014, pukul 19.00 WIB

[8] Adnin Armas,Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar