Latar Belakang Masalah
Islam adalah satu Objek kajian baru bagi ilmuan barat. Sebut saja
kaum orientalis. Mereka selalu mencari celah-celah kelemahan sisi Islam dari
bergai sudut pandang. Fokus para orientalis mayoritas adalah sumber hukum Islam
itu sendiri. Al-Qur’an maupun Hadits dianggap tidak otentik lagi. Ada yang
mengatakan al-Qur’an adalah hasil karya nabi Muhammad. Hadits merupakan karya
sahabat serta orientalis meganggap budaya-budaya islam merupakan revolusi dari
budaya agama-agama sebelumnya.
Arthur Jeffry bekerjasama dengan orientalis lain untuk mendukung
misinya membuat al—Qur’an Tandingan”Al-Qur’an Edisi Kritis”. Mereka sarjana barat yang berani mengritik
al-Qur’an dengan sangat gamlang. Namun usaha mereka gagal sebab segala naskah
yang dibuat serta refrensi-refrensinya
hangus pada masa perang dunia II.
Dua permasalahan tersebut sangat bagus untuk diangkat dalam sebuah topik pembahasan
makalah ini. Sehingga pada akhirnya bisa membuktikan bahwasannya para Oriental
memang benar-benar ingin membunuh Islam dan menunjukkan sikap yang harus
dilakukan dalam menghadapi mereka.
Biografi
Arthur Jeffrey dilahirkan pada tahun
1892 di Melbourne, Australia.
Meninggal 2 Augustus 1959 di Selatan Milford. Arthur Jeffrey adalah seorang
profesor di bidang semiotika bahasa di Universitas Columbia. Pada tahun 1923, Jeffrey menikahi Elsie
Gordoen Walker, seorang sekretaris ketua di Universitas Amerika di Kairo.
Arthur Jeffrey belajar di Universitas Melbourn, Australia dan
mendapat gelar BA pada tahun 1918, serta gelar MA pada tahun 1920. Awal karir
Arthur Jeffrey di Kairo dimulai pada tahun 1921 sebagai profesor di Sekolah
Studi Oriental (S.O.S ‘Scholl of Oriental Studies’) di American University di
Kairo. Awalnya, S.O.S adalah hanya berupa pusat pengembangan studi bahasa yang
merupakan misi Amerika sebagai lembaga atau
institusi non akademik yang berfungsi untuk melatih calon misionaris di
Mesir.
Arthur Jeffrey adalah seorang tokoh orientalis yang sangat
berambisi dalam mempelajari Islam. Namun ia lebih intensif dalam mempelajari
al-Qur’an dan Nabi Muhammad. Ia telah berhasil melahirkan beberapa karya tulis
mengenai al-Qur’an dan Muhammad. Di antara karyanya, pertama yaitu, Materials for the History of the Text of
the Qur'an yang diterbitkan di Leiden pada tahun 1937. Kedua, The Foreign Vocabulary Of The Qur'an,
diterbitkan oleh Oriental Institute Baroda, India pada tahun 1938. Kedua karya
ini didasarkan pada Desertasinya, hasil penelitiannya ketika menempuh Doktoral.
Selain itu ada banyak karya yang ia tulis selama hidupnya,diantaranya Was Muhammad a Prophet From His Infancy?,
The Textual History of the Qur'an. The Quest of the Historical Muhammad, The
Orthography Of The Samarqand Codex, The Mystic Letters Of The Koran, A Variant
Text of the Fatiha, Islam: Muhammad and His Religion, The Mystic Letters Of The
Koran, dan
The Textual History of the Qur'an
Tahun 1926, Gotthelf Bergstrasser di Konigsberg telah menyelesaikan
Die Gechichte des Qoran teks (sejaarah Teks al-Qur’an), yang merupakan
bagian dari edisi ketiga Geschichte des Qur’an yang diprakarsai Noldeke.
Menyadari kerja Bergstrasser sesuai dengan apa yang sedang diusahakannya, maka
Jeffry bertemu Bergstrasser pertama kali di Munich pada tahun 1927 untuk
menggalang persamaan visi, misi dan aksi. Selanjutnya, mereka menghimpun segala
materi yang bermanfaat untuk menjelaskan secara komprehensif mengenai teks
al-Qur’an. Mereka membagi tugas. Jeffry akan meneruskan usahanya menghimpun
berbagai varian dan mempersiapkan edisi teks, sedangkan Bergstrasser akan mendokumentasiakn berbagai
macam foto menuskrip-manuskrip al-Qur’an tertua yang tertulis dengan khat
Khufi.[1]
Namun, demikian ambisi Jeffry, Bergstrasser dan Pretzl membuat proyek
al-Qur’an edisi kritis, berkhir dengan tragis. Segala bahan yang telah mereka
himpun di Munich mencapai 40.000 naskah, musnah terkena bom atom tentara sekutu
pada perang dunia ke-2. Pretzl terbunuh dalam peperangan di luar Sebastopol
pada tahun 1941.
Pemikiran Arthur Jeffry
Pemikiran A. Jeffry masih mempunyai kesamaan dengan tokoh
Orientalis lain yakni membahas al-Qur’an. Menurutnya, tidak ada keistimewaan
mengenai sejarah al-Qur’an. Sejarahnya sama sajadengan sejarah kitab-kitab suci
yang lain. al-Qur’an menjadi teks standart dan dianggap suci, padahal
sebenarnya ia telah melalui beberapa tahap. Dalam pandangan Jefffry, sebuah
kitab itu dianggap suci karena tindakan masyarakat (the action of communitty).
Tindakan komunitas masing-masing agama. Yang menjadikan sebuah kitab itu suci.
Jeffry mengatakan: “Komunitaslah yang menentukan masalah ini suci atau tidak.
Komunitaslah yang memilih dan mengumpulkan bersama. tulisan-tulisan tersebut
untuk kegunaannya sendiri, yang mana komunitas merasa bahwa ia mendengar suara
otoritas keagamaan yang otentik yang sah untuk pengalaman keagamaan yang
khusus.[2]
Sikap-sikap awal kaum muslimin tersebut seperti itu paralel sekali
dengan sikap masing-masing pusat-pusat utama gereja terdahulu yang menetapkan
sendiri beragam variasi teks perjanjian baru. Teks Perjanjian Baru meiliki
berbagai versi sepertit Teks Alexandria (Alexandria Text), Teks Netral (Neutral
Text), teks Barat (Westrn text), dan teks Kaisarea (Caesarean
text). Masing-masing teks tersebut memliki varian bacaan tersendiri.
Singkatnya, al-Qur’an menurut Jeffry mempunyai varian-varian yang beragam, sama
halnya dengan Perjanjian Baru.
Argumen Jeffry juga menyimpulkan bahwa Bahasa-bahasa yang termaktub
dalam al-Qur’an dalam pandangannya bukanlah bahasa Arab saja, sebab dalam
al-Qur’an terdapat kosa kata- kosa kata asing. Kosa kata tersebut dulunya
dimiliki oleh agama-agama sebelumnya, sepertiYahudi dan Kristen. Kosa kata
seperti Tabut, Taurat, Furqan, Mathani, Malakut berasaldari bahasa Ibrani.
Adnin Arnas dalam buku “Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an”
mengatakan bahwa untuk memperkuat argumen tersebut di atas , seorang pendeta
Kristen asal Iraq, Mingana, menulis sebuah esai yang intinya bahwa al-Qur’an
dipengaruhi oleh 100% pengaruh asing.
Ethiopia mewakili 5%, Ibrani 10%, Bahasa Yunani-Romawi 10%, Persia 5%, dan
Syiriak 70%. Pengaruh Syiriak kepada al-Qur’an ada enam hal, yaitu:
1.
Nama-nama diri, seperti Sulayman, Fir’aun, Ishaq,Ismail, Israil,
Ya’qub, Nuh, Zakariyya, dan Maryam
2.
Istilah-istilah agama seperti Khahin, Masih, Qissis, Din, Safarah,
Mithal, Furqan, Quds, Nafs, Ayah, Allah, Salla, Sama, Tajalla, Tuba, dan
lain-lain.
3.
Kata kata umum, seperti Husban, Muhaimin, Nun, Tabara, Shani,
Bariyyah, Aqna, Hanan, Abb, Misk, Maqalid, Istabraq dan lain-lain.
4.
Ortografi yang mengkhianati pengaruh Syiriak. Ortografi merupakan
gambaran bunyi bahasa secara lisan berupa tulisan atau lambang (pelambangan
bunyi)
5.
Konstruksi kalimat-kalimat seperti dalam beberapa ayat al-Qur’an.
6.
Referensi-referensi sejarah-sejarah asing seperti legenda Alexander Agung, Majusi, Nasara, Hanif, dan
Rum. (halaman 143)
Arthur Jeffry mengkritisi tentang proses pembukuan al-Qur’an.
Jeffry menganggap, penghimpunan al-Qur’an pada masa Abu Bakar bukanlah revisi
resmi, namun hanya sebagai koleksi pribadi. Hal ini disebabkan pada masa
tersebut sudah beredar mushaf-mushaf primer lainnya.pengumpulan al-Qur’an merupakan ide Abu Bakar, tetapi jika ini
sebuah otoritas, pasti al-Qur’an tersebut keberbagai tempat, bukan untk pribadi.
Jeffry meragukan pengumpulan al-Qur’an dalam
waktu yang singkat. Lalu mempertanyakan sebenarnya kapan terjadinya perang
Yamamah.
Jeffry memfokuskan kajiannya pada Al-Qur’an dengan menerapkan
Krisis-Sejarah. Ia berpendapat bahwa agama yang memiliki kitab suci akan
memiliki masalah dalam sejarah teks (tekstual historis). Ini disebabkan karena tidak ada satupun
autobiografi dari naskah dulu yang masih ada. Saat ini masing-masing pemeluk
agama memiliki naskah-naskah yang telah turun-temurun yang paling tidak telah
berubah di berbagai komunitas masyarakat. Jadi, tidak ada satu naskahpun yang
tidak berubah. Manuskrip-manuskrip awal al-Qur’an, misalnya, tidak memiliki
titik dan baris, serta ditulis dengan khat Kufi yang sangat berbeda dengan
tulisan yang saat ini digunakan. Jadi, menurut Jeffry, modernisasi tulisan dan
ortografi, yang melengkapi teks dengan
tanda titik dan baris,sekalipun memiliki tujuan yang baik, namun itu telah
merusak teks asli. Teks yang baik,namun merusak teks asli. Teks yang diterima (textus receptus) saat ini,
bukan fax dari al-Qur’an yang pertama kali. Namun, ia adalah teks yang
merupakan hasil dari berbagai proses perubahan ketika periwayatannya
berlangsung dari generasi ke generasi di dalam komunitas.[3]
Desababkan kritik teks belum dilakukan kepada al-Qur’an sebagaimana
yang sudah diterapkan kepada bibel, maka Jeffry berpendapat belum ada satupun
dari para Mufassir Muslim yang menafsirkan al-Qur’an secara kritis. Ia
mengharapkan agar tafsir kritis terhadap teks al-Qur’an bisa diwujudkan.
Caranya mengaplikasikan metode kritis ilmiyah. Jeffry menyatakan: “Apa yang
dibutuhkan, bagaimana pun, adalah tafsir kritis yang telah dilakukan oleh
orientalis modern sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis modern
untuk tafsir al-Qur’an”.[4]
Pada awalnya Jeffry berfikir bahwa hal pertama yang dilakukan
adalah menafsirkan al-Qur’an edisi Kritis dengan menjadikan tafsiran-tafsiran
kedalam sebuah kamus. Namun, kajian ini menurutnya tidak membawakan hasil sebab
kamus ini akan hanya menjadi kamus standar. Padahal, al-Qur’an mempunyai ragam bacaan yang sangat
banyak.
Mengulangipendapat Noldeke dan Goldziher, Jeffry menyatakan”
“dihadapkan
dengan teks konsonantal yang gundul qori’ pasti harus menafsirkannya. Ia harus
menentukan apakah pasti sebuah sin tertentu itu Shin atau sin, sad atau dad,
qafdan lain sebagainya; dan ketika ia telah menetapkan itu, ia selanjutnya
menentukan apakah membaca-membaca merupakan kata kerja aktif atau pasif, apakah
memperlakukan sebuah tertentu sebagai kata kerja atau kata benda, karena ia
mungkin keduanya dan sebagainya”.[5]
Mengubah fokus kajiannya, Jeffry mulai meneliti Tekstual al-Qur’an.
Ia menghimpun berbagai variasi teks yang diperoleh dari berbagai sumber.
Seperti dari buku-buku tafsir, hadits, kamus, qira’ah, karya filologis dan
manuskrip. Dengan ambisisus ia ingin merealisasikan gagasan dengan dua hal.
Pertama, ia mengoleksi hadits-hadits mengenai teks al-Qur’an. Kedua, ia
menghimpun sekaligus menyusun segala informasi yang tersebar di dalam seluruh
literatur Arab, yang berkaitan dengan varian bacaan (Varian readings)
baik resmi atau tidak resmi.[6]
Arthur Jeffry menyumbangkan argumen tentang kajian Mashahif yang
telah dilakukan oleh sarjana muslim. Jeffry melakukan penyuntingan al-Mashahif
berdasarkan sumber manuskrip-manuskrip.
Dari hasil revisi dan penelitian terhadap mushaf-mushaf, ia kemusian menglasifikasikan
manuskrip-manuskrip lama ke dalam dua kategori yakni mushaf primer dan mushaf
skunder. Mushaf Primer adalah
mushaf-mushaf independen yang dikumpulkan secara individual oleh sahabat
nabi. Mushaf primer tersebut adalah: Mushaf Salim ibnu Ma’il, Mushaf Umar ibnu
Khattab, Mushaf Uby bin Ka’ab, Mushaaf Ibnu Ma’ud, Mushaf Ali bin Abi Thalib,
Mushab Abu Musa al-Asy’ari, Mushaf Hafshah binti Umar, Mushaf Zayd bin Tsabit,
Mushaf Aisyah binti Abu Bakar, Mushaf Ummu Salamah, Mushaf Abdullah bin Amr,
Mushaf Ibnu Abbas, Mushaf Ibnu al-Zubayr, Mushaf Ubayd ibnu ‘Umair, Mushaf Anas
ibnu Malik.
Jeffry mengomentari dan mendukung pendapat Ibnu Mas’ud. Sebab,Abdullah
Ibnu Mas’ud telah mengeluarkan
al-Fatihah dari al-Qur’an. Al-Fatihah baginya bukanlah bagian daripada
al-Qur’an, itu hanyalah do’a yang diletakkan di depan dan dibaca sebelum
membaca al-Qur’an. Jeffry pernah menerima sebuah buku Fiqh kecil anonim yang
boleh untuk digandakan. Didalam buku fiqh tersebut terdapat bacaan surah
al-Fatihah yang berbeda dengan apa yang diterima sebelumnya. Lafadz sebagai berikut:
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ سَيِّدِ الْعَالَمِيْنَ
اَلرَّزَّاقِ
الرَّحِيْمِ
مَلَكِ
يَوْمِ الدِّيْنِ
إِنَّ
لَكَ نَعْبُدُ وَ إِنَّ لَكَ نَسْتَعِيْنُ
أَرْشِدْنَا
سَبِيْلَ الْمُسْتَقِيْمِ
سَبِيْلَ
الَّذِيْنَ مَنَنْتَ عَلَيْهِمْ
سِوَي
الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ. وَ غَيْرَ الضَّالِّيْنَ[7]
Jeffry juga sependapat dengan Ibnu Mas’ud tentang tidak adanya
surat al-Falaq dan an-Nass dalam al-Qur’an. Tidak diketahui secara jelas kenapa
Jeffry mendukung pendapat Ibnu Mas’ud tentang hal ini. Jelasnya, apabila kedua
surah itu bukan bagian dari al-Qur’an maka, pasti banyak riwayah-riwayah hadits
yang menjelaskan kebenaran fakta tersebut. Selain itu, murit-murit Ibnu Mas’ud
seperti Alqama, al-Aswad, Masruq, al-Sulami, Abu Wa’il, al-Shaibani,
al-Hamadani, dan Zirr meriwayatkan al-Qur’an dari Ibnu Mas’ud secara
keseluruhan terdiri dari 114 surah.
Satu Mushaf yang membuat Jeffy bingung adalah Mushaf Ali bin Abi
Tholib. Ada yang mengatakan bahwa mushaf ali tersusun secara kronologis,
adapula yang mengatakan bahwa surah-surah dalam mushaf Ali tersusun dalam tujuh
kelompok. Selain itu jika mushaf Utsmani meragukan akan keberadaan Mushaf
Utsmani maka pasti Ali melakukan suatu kritikan. Akan tetapi pada saat Ali bin
Abi Tholib menjabat sebagai khalifah, tidak ada kebijakan untuk merevisi
al-Qur’an yang telah terkodifikasi pada masa Utsman. Bahkan pada saat Muawiyah mengangkat
al-Qur’an dalam perang Siffin, para pengikut Ali tidak meragukan al-Qur’an
tersebut.
Sementara Mushaf Sekunder,
adalah mushaf yang ditulis oleh generasi selanjutnya yang sangat
bergantung pada mushaf primer serta mencerminkan tradisi bacaan kota-kota besar
islam. Sebagian Mushaf ini muncul dikalangan generasi keduaislam, setelah
adanya upaya pengumpulan al-Qur’an yang dilakukan pada khalifah ketiga.
Mushaf-mushaf sekunder tersebut adalah Mushaf Alqama ibnu Qais, Mushaf al-Rabi’
ibnu Khutsaim, Mushaf al-Harits ibnu Suwaid, Mushaf al-Aswad ibnu Yazid, Mushaf
Hiththan, Mushaf Thalhah ibnu Musharrif, Mushaf al-A’masy, Mushaf Sa’id bin
Jubayr, Mushaf Mujahid, Mushaf Ikrimah, Mushaf Atha’ ibnu Abi Rabah, Mushaf
Shalih bin Kaisan, Mushaf Ja’far Shadiq.
Dari kelemahan dari sisi sejarah dan isi al-Qur’an, maka Jeffry
benar-benar yakin untuk membuat al-Qur’an Edisi Kritis. Ia ingin membuat
al-Qur’an edisi baru dengan menurut pemahaman Jeffry secara Komprehensif.
Dalam pemikiran Jeffry, Format al-Qur’an edisi Kritis tersebut
memiliki empat jilid. Jilid pertama, mencetetak teks Hafs yang diklaim sebagai
textus receptus. Teks tersebut akan direkonstruksi menurut sumber-sumber
terlama, yang berkaitan dengan tradisi Hafs. Teks tersebutakan dicetak menurut
ayat flugel. Referensi yang relevan akan dicantumkan di pinggir halaman
tersebut secara apparatus critikus pada catatan kaki setiap halaman. Segala
varian bacaan dari buku-buku tafsir, kamus, hadits, teologis, dan filologis,
dan bahkan dari buku-buku adab, akan dihimpun. Setelah itu, diberi berbagai
simbol, yang menunjukkan nama-nama Qurra’ yang dikutip lebih dahulu atau lebih
belakangan dibanding Qira’ah Sab’ah. Sekalipun, apparatus critikus tidak dapat
diharapkan akan sempurna karena terlalu berseraknya varian bacaan, namun semua
sumber-sumber yang lebih penting yang tersedia akan dimanfaatkan.Jilid kedua
akan diisi dengan pengenalan (Introduction), untuk para pembaca bahasa
Inggris. Edisi ini dalam bahasa Jerman sudah tersedia dalam edisi kedua karya
Noldeke Geschichte des Qorans. Jilid ketiga akan dilengkapi dengan
anotasi-anotasi, yang pada dasarnya merupakan komentar terhadap Apparatus
Criticus. Berbagai varian bacaan tersebut perlu dijelaskan secara mendalam.
Penjelasan tersebut mencakup asal mula, derivasi, dan pentingnya Qira’ah. Ini
akan bermanfaat jika terjadi perdebatan mengenai sebuah bacaan. para sarjana
akan mendapat informasi tambahan sehingga sehingga bisa menilai. Jilid
ke-empat, berisi kamus al-Qur’an. Jeffry membayangkan Kamus al-Qur’an tersebut seperi
Kamus Perjanjian Baru Milligan-Moulton. Kamus yang belum pernah dibuat oleh
para mufassir Muslim, Kamus al-Qur’an tersebut akan memuat makna asal dari
kosa-kata di dalamal-Qur’an.
Kritik terhadap Arthur Jeffry
Jeffry mengomentari al-Qur’an pada sahabat terlebih secara tidak langsung
meragukan akan kebijakan Abu Bakar dalam hal Penghimpunan al-Qur’an. Namun, ada
bebera alasan untuk menumbangkan argumen tersebut, diantarana:
a.
Menolak kompilasi Abu Bakr
dengan alasan terdapat perbedaan pendapat mengenai kapan sebenarnya perang
Yamamah berkecambuk tidak tepat. Menurut al-Tabari, perang Yamamah terjadi pada
tahun 11 H. Menurut Ibnu Qani’, pada akhir tahun 11 H. Ibnu Hazm mengungkapkan
terjadinya Yamamah pada 7 bulan dan 6 hari setelah pelantikan Abu Bakr menjadi
Kahalifah. Ibnu Katsir berpendapat bahwa perang bermula pada tahun 11 H dan
berakhir pad tahun 12 H. Jadi, terdapat waktu paling sedikit beberapa
bulan untuk menghimpun al-Qur’an. Bukan
rekayasa jika terjadi pembukuan al-Qur’an pada masa Abu Bakr.
b.
Apabila diduga tidak ada yang menghafal keseluruhan al-Qur’an sebab
tersebarnya tulisan-tulisan yang berimplikasi pada tulisan. pernyataan itu
tidaklah tepat. Sebab, pada masa rasul al-Qur’an dipelihara dengan cara
menghafal dan ditulis. Selain itu, tulisan yang tersebar bukan bermakna akan
menyebabkan terjadi variasi yang sedemikian banyak. Inikarena Rasulullah SAW
menyuruh berhati-hati untuk menulis al-Qur’an.
c.
Abu Bakar menyerahkan Suhuf tersebut kepada Umar pengganti
khalifah. Ini menunjukkan bahwa mushaf tersebut bukanlah pribadi. Uamr
menyerahkannya kepada Hafsah karena kekhalifahan pada saat itu belum terbentuk.
Umar terlebih dahulu meninggal karena dibunuh. Mungkin Umar menyerahkannya
kepadahafsah berbanding Abdullah bin Umar besa kemungkinan karena Hafsah
adalah Istri Rasulullah SAW. Dan fakta
ini justru lebih tepat untuk ditafsirkan bahwa mushaf tersebut bukalah
kepunyaan keluarga Umar.
d.
Mushaf yang dihimpun oleh Abu Bakar memang belum mengikat. Ini
disebabkan motivasi menghimpun mushaf tersebut karena Para Qurra’banyak yang
meninggal, bukan tajamnya perbedan Qira’ah sebagaimana kelak terjado pada zaman
Uthman.
e.
Ketika Uthman menyuruh menghimpun al-Qur’an, Uthman menggunakan
mushaf yang ditangan Hafshah. Ini menunjukkan Abu Bakar memang Mengompilasikan al-Qur’an.
Adapun, bahwa Mushaf yang ditangan Hafshah tidak sepenuhnya mewakilial-Qur’an
bukanlah isu penting bagi kaum muslimin. Sebabnya kaum muslimin meyakini
kebenaran yaang ada pad Mushaf Uthmani bukan Mushaf Abu Bakar.
Tuduhan Jeffry tentang bahasa al-Qur’an
tentang ketidak murnian al-Qur’an dari Bahasa Arab direspon ulama muslim.
Argumen tersebut jelas terlihat kontra, sebab al-Qur’an sendiri djelaskan dalam
ayat-Nya “sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an itu dengan
berbahasa Arab, agar kamu saling memahaminya”. Namun pendapat Orientalis
itu ada benarnya juga. Al-Qur’an memang
banyak mengadopsi dari bahasa Asing, namun kosa kata tersebut sudah terarapkan.
Selain itu, terjemahan dari kosa katatersebut tidak harus sera merta sama dengan
makna aslinya. Ini disebabkan islam memberikan makna baru. Salah satu tujuan
Islam adalah meluruskan dari ajaran Jahiliyyah yang salah, Agama Yahudi dan
Kristen. Islam mengisi makna ajaran yang baru. Oleh karena itu,bahasa Arab
al-Qur’an adalah bahasa yang menjadi bahasa Arab dalam bentuk baru.
Perihal keberadaan surah al-Fatihah yang
dianggap sebagai doa itu merupakan pendapat salah. Yang pertama, ia beralasan bahwa
buku tersebut hilang. Sehingga menurut penulis, hal ini akan menjadi dasar dia
untuk membangun alasan selanjutnya, yaitu tidak sempat mengetahui nama
pengarangnya. Namun, kalaupun keberadaan kitab tersebut ada, anehnya, Jeffrey
terlalu cepat meyakininya, padahal dari awal ia sudah mengatakan bahwa kitab
tersebut adalah buku kecil fiqih. Aneh sekali kalau untuk mengklaim sebuah
tulisan yang keaslian atau kepalsuan al-Fatihah hanya melalui buku kecil.
Adapun mengenai perbedaan lafal yang
ada dalam kedua varian al-Fatihah yang tertulis dalam kedua buku yang dimiliki
oleh Jeffrey, dan kemudian Jeffrey melakukan komparasi dengan bacaan-bacaan
yang sahih dan diterima serta melakukan perbandingan selanjutnya dengan
al-Qur’an mushaf ‘Usmani. Malah
meyakinkan penulis, bahwa apa yang ada dalam kedua buku tersebut hanyalah
bentuk do’a yang dibubuhi oleh penulis ketika itu, bukan bentuk bacaan
al-Fatihah.
Secara logika juga, al-Fatihah yang
sudah ada sekarang tidak mungkin masih dibumbui dengan kesalahan dan kepalsuan.
Apalagi al-Fatihah sudah dilafalkan minimal 17 kali dalam sehari ketika solat.
Jadi tidak mungkin hal sepenting surat al-Fatihah begitu mudahnya bagi ‘Usman
untuk mencantumkannya dalam al-Qur’an jika memang bukan bagian dari al-Qur’an.
Selain itu, Jeffrey mungkin tidak tahu kalau ‘Usman ketika membukukan al-Qur’an
juga tidak sendirian, namun dilakukan oleh beberapa sahabat pilihan ketika itu.
Dan bahkan dari berbagai kalangan suku pada saat itu
Pendapat para Orientalis yang menyatakan perbedaan qiraah
disebabkan aksara gundul dalam teks Mushaf Uthmani tidaklah tepat. Ilmu Qiraah
berasal dari Rasullah SAW sendiri, sunnah menyatakan cara membaca setiap ayat.
Al-Qur’an diwahyukan secara lisan dan diungkapkan secara lisan Rasulullah SAW
secara simultan menyediakan teks sekaligus cara baca kepada Masyarakat.
Keduanya tidak dapat dipisahkan.
Umar bin Khatab dan Hisyam Ibnu Hakim suatu saat berbeda didalam
qiraah al-Furqan. Umar yang telah mempelajari ayat tersebut
langsung dari Rasulullah SAW, bertanya kepada Hisyam siaapa yang
mengajarkannya. Hisyam menjawab; “Rasullah SAW”. Kemudian mereka pergi bertemu
Rasullah SAW dan melaporkan permasalahan yang dihadapi. Ketika dua-duanya
menyampaikan bacaaan masing-masing, Rasulullah mengatakan bahwa kedua-duanya
adalah benar.
Jadi, qira’ah diwarisi dari Nabi. Tidak ada qiraah yang berasal
dari ruang yang vakum atau hasil dari dugaan para invator. Ketika qiraah yang
otoritatif lebih dari satu, sumber dari banyaknya qiraah ini dapat ditelusuri ke Rasulullah SAW. Pada
zaman para sahabat, sebuah buku muncul dengan judul banyaknya qira’ah. Ketika
waktu berkembang, perbandingan qira’ah diantara para qurra’ terkenal dari
berbaagai negeri dan berkulminasi di karya Ibnu Mujahid.
Sekiranya pendapat para Orientalis bahwa perbadaan qira’ah
disebabkan tidak ada titik dan haraakat, maka mushaf Uthmani akan memuat
mungkin Jutaan masalah qira’ah, namun ini tidak terjadi. Selain itu,
argumentasi mereka juga salah karena para Qurra’ banyak sekali sepakat dengan
qiraah dalam ortografi yang sama.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Arnas, Armin.2005.Metodologi
Bibel dalam Studi al-Qur’an: Kajian Kritis. Gema Insani
http://arifnoah.blogspot.com/2012/04/pemikiran-arthur-jeffrey-tentang-al.html,
diakses pada 31 Nopember 2014, pukul 19.00 WIB
[1] Adnin Armas,Metodologi
Bibel dalam Studi al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 55
[2] Ibid, hlm.82
[3] Ibid. hlm. 51-52
[4] Ibid. hlm. 52
[5] Ibid, hlm. 110
[6] Ibid, hlm. 54
[7]
http://arifnoah.blogspot.com/2012/04/pemikiran-arthur-jeffrey-tentang-al.html,
diakses pada 31 Nopember 2014, pukul 19.00 WIB
[8] Adnin Armas,Metodologi
Bibel dalam Studi al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm.11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar